
- Like
- Digg
- Del
- Tumblr
- VKontakte
- Buffer
- Love This
- Odnoklassniki
- Meneame
- Blogger
- Amazon
- Yahoo Mail
- Gmail
- AOL
- Newsvine
- HackerNews
- Evernote
- MySpace
- Mail.ru
- Viadeo
- Line
- Comments
- Yummly
- SMS
- Viber
- Telegram
- Subscribe
- Skype
- Facebook Messenger
- Kakao
- LiveJournal
- Yammer
- Edgar
- Fintel
- Mix
- Instapaper
- Copy Link
Dalam saat-saat ini yang dicirikan oleh transformasi digital dan keberlanjutan, bisnis di seluruh dunia semakin memahami dengan lebih mendalam dampak yang bisa terjadi saat mereka mengambil pendekatan yang mengedepankan elemen edge, berbasis cloud, berpusat pada pengelolaan data, dan diberdayakan oleh kecerdasan buatan (AI). Perubahan fokus ini bukan hanya sekadar evolusi dalam dunia bisnis; sebaliknya, hal ini memiliki potensi yang luar biasa untuk mengubah secara mendasar berbagai industri dan mendukung perkembangan inovasi serta efisiensi dalam skala yang belum pernah terbayangkan sebelumnya.
Ketika bisnis-bisnis ini beranjak menuju era baru ini, mereka menghadapi tantangan yang berbeda, dan juga peluang yang lebih besar. Pergeseran ini tidak hanya memengaruhi cara bisnis beroperasi, tetapi juga berpotensi memengaruhi keseluruhan struktur industri.
Mereka harus siap untuk menghadapi beragam perubahan, termasuk dalam hal bagaimana data dikumpulkan, dikelola, dimanfaatkan, serta bagaimana teknologi AI memainkan peran sentral dalam mengubah cara mereka berinteraksi dengan pelanggan, menciptakan produk dan layanan, dan mengelola operasi mereka secara keseluruhan.
Organisasi di Singapura menjadi contoh terkemuka dalam merangkul masa depan digital yang berkelanjutan. Upaya ini berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi negara tersebut dan menempatkannya sebagai kekuatan dominan dalam era digital untuk daya tahan ekonomi jangka panjang.
Mengutip Charles Darwin, “Bukan yang paling kuat yang bertahan, tetapi yang paling responsif terhadap perubahan.” Prinsip ini sangat berlaku dalam era transformasi digital dan keberlanjutan saat ini. Bisnis yang memiliki kemampuan untuk merespons perubahan ini dengan cepat dan cerdas akan memiliki peluang yang lebih besar untuk bertahan dan berkembang dalam lingkungan yang berubah dengan cepat ini.
Fakta ini kemudian didukung oleh sebuah penelitian yang menunjukkan bahwa bisnis yang menggabungkan keberlanjutan dan transformasi digital 2,5 kali lebih mungkin menjadi performer terbaik. Untuk mencapai hal ini, dibutuhkan keseimbangan antara upaya keberlanjutan dan digital, menyelaraskan teknologi, mengelola data dengan efektif, meningkatkan pertumbuhan pendapatan, meningkatkan efisiensi, dan mengurangi jejak karbon dari edge hingga cloud.
Menurut data yang disajikan oleh Gartner, terdapat sebuah tren yang menarik di dunia bisnis saat ini. Sebanyak 86% dari pemimpin bisnis mengakui bahwa keberlanjutan bukan sekadar tanggung jawab sosial, tetapi juga merupakan investasi yang mampu melindungi organisasi mereka dari potensi gangguan dan ketidakstabilan di masa depan.
Dalam pandangan mereka, keberlanjutan bukan hanya tentang menjaga lingkungan, tetapi juga mengoptimalkan berbagai aspek bisnis, termasuk dalam hal pengendalian biaya. Bahkan, 80% dari pemimpin bisnis melaporkan bahwa upaya keberlanjutan yang mereka lakukan telah menghasilkan pengoptimalan biaya yang signifikan. Hal ini menunjukkan bahwa keberlanjutan dapat berdampak positif terhadap efisiensi operasional dan keberlanjutan ekonomi jangka pendek.
Namun, dalam perjalanan menuju keberlanjutan dan transformasi digital, ada sejumlah kompleksitas yang harus diatasi. Salah satunya adalah gagasan bahwa memindahkan semua beban kerja ke cloud merupakan solusi yang tepat. Meskipun komputasi cloud memiliki banyak manfaat, hal ini mungkin mengabaikan beberapa realita di dunia teknologi informasi saat ini. Lingkungan TI tidak hanya terdiri dari teknologi generasi baru, tetapi juga generasi lama yang masih relevan. Selain itu, banyak organisasi saat ini menggunakan berbagai layanan cloud yang berbeda, menciptakan apa yang disebut sebagai “multiple cloud.” Di samping itu, munculnya komputasi edge, yang semakin berkembang pesat juga perlu dipertimbangkan dalam strategi TI berkelanjutan.
Menurut IDC, sekitar 70% aplikasi dan data masih tetap berada di pusat data, colocation, dan komputasi edge. Ada berbagai alasan untuk hal ini, seperti kebutuhan akan latency yang rendah dalam beberapa situasi, kebijakan pengelolaan data yang ketat, pertimbangan kedaulatan data, peraturan kepatuhan, atau ketergantungan pada aplikasi-aplikasi yang masih terikat dengan arsitektur TI tradisional.
Dalam menghadapi tantangan-tantangan ini, organisasi perlu mengembangkan strategi TI yang tidak hanya memindahkan beban kerja ke cloud, tetapi juga mempertimbangkan kompleksitas lingkungan TI yang lebih luas. Mereka perlu menemukan cara untuk mengintegrasikan berbagai teknologi generasi lama dan baru, mengelola layanan-layanan cloud yang beragam, dan mempertimbangkan komputasi edge dalam strategi mereka.
OpenGov Events yang telah diselenggarakan pada tanggal 21 September 2023 di Raffless City Convention Centre Singapura membahas terkait pengintegrasian data dan pemanfaatan teknologi untuk keberlanjutan bisnis di masa depan.

Menurut Mohit Sagar, CEO dan Kepala Redaktur OpenGov Asia, dalam era transformasi digital yang dinamis dan peningkatan fokus pada keberlanjutan, bisnis di seluruh dunia semakin menyadari akan potensi besar dengan mengadopsi pendekatan berbasis data yang berfokus pada edge. Di garis depan konvergensi transformatif ini, Singapura berdiri menetapkan standar untuk digitalisasi berkelanjutan sambil memposisikan dirinya sebagai pemimpin global dalam pergeseran tersebut.
“Penggabungan antara keberlanjutan dan strategi berbasis data siap untuk menciptakan bisnis dan ekonomi baru,” kata Mohit.
Peran pelopor Singapura dalam digitalisasi berkelanjutan menawarkan panduan bagi negara-negara di seluruh dunia yang ingin menyeimbangkan kemajuan teknologi dengan pelestarian ekologi. Dengan menyelaraskan pertumbuhan ekonomi dan tanggung jawab lingkungan, negara ini berhasil mengharmonisasikan dua paradigma yang berbeda ini.
Bagi bisnis, pergeseran paradigma tersebut dapat mewakili peluang yang mendalam. Adopsi pendekatan berbasis edge dan integrasi strategis teknologi berbasis data memberdayakan perusahaan untuk beroperasi lebih efisien dan merespons dengan cepat tuntutan pasar yang berkembang. Sinergi antara keberlanjutan dan kinerja terbaik menggarisbawahi pentingnya tanggung jawab lingkungan sebagai elemen fundamental dari strategi transformasi digital.
Saat organisasi menyelaraskan teknologi mereka dengan tujuan keberlanjutan, mereka membuka potensi komputasi cloud, komputasi edge, dan kecerdasan buatan (AI) untuk mengoptimalkan proses dan meningkatkan efisiensi. Agar sepenuhnya memanfaatkan potensi tersebut, manajemen data, tata kelola, keamanan, dan analitik yang efektif menjadi dasar untuk menciptakan wawasan berharga yang menggerakkan pertumbuhan pendapatan dan ekspansi.
“Integrasi keberlanjutan dan transformasi digital memerlukan perencanaan strategis, manajemen data yang tepat, dan komitmen yang teguh terhadap inovasi,” kata Mohit. “Dengan menggabungkan elemen-elemen ini, bisnis menempatkan diri mereka untuk sukses di masa depan yang ditandai oleh pertumbuhan dari keberlanjutan dan kemajuan teknologi.”
Konvergensi antara keberlanjutan dan transformasi digital menjanjikan peningkatan kinerja bisnis, memberi perusahaan keunggulan kompetitif dalam lanskap yang berkembang dengan cepat. Selain itu, keberlanjutan lebih dari pertimbangan etika atau efisiensi, ini juga merupakan investasi cerdas dalam ketahanan jangka panjang yang memperkuat bisnis terhadap gangguan dan ketidakpastian.
Teknologi Informasi berkelanjutan mencakup lebih dari migrasi ke cloud, melibatkan pendekatan inklusif yang mengakomodasi sistem multi-generasi, berbagai platform cloud, dan ranah yang muncul dalam komputasi edge. Pendekatan komprehensif ini membuka jalan bagi organisasi untuk berkembang di masa depan yang semakin terhubung dan berkelanjutan.
Meningkatkan pengalaman pelanggan melalui pendekatan berbasis data adalah tentang memahami preferensi individu, memanfaatkan analitika data, dan merangkul inovasi. Menempatkan pelanggan sebagai pusat perhatian dan pemanfaatan data yang strategis memungkinkan bisnis untuk menciptakan relasi yang kuat dengan mereka sebagai dasar sebuah pertumbuhan berkelanjutan.
Mohit dengan sungguh-sungguh memahami bahwa pengetahuan yang diperoleh dari data memiliki peran penting dalam mendorong inovasi. Hal ini memungkinkan organisasi untuk menghadirkan produk dan layanan yang sesuai dengan keinginan pelanggan. Oleh karena itu, Mohit menekankan pentingnya untuk menggabungkan teknologi yang efisien, prinsip-prinsip ekonomi sirkular dengan memperhatikan faktor-faktor lingkungan secara bersatu dalam strategi bisnis.
Dalam pandangan Mohit, pendekatan ini tidak hanya meningkatkan daya saing organisasi, tetapi juga memberikan kontribusi yang berarti terhadap penciptaan lanskap digital yang lebih ramah lingkungan. Menggunakan kecerdasan buatan skala besar yang didukung oleh sumber energi terbarukan adalah langkah besar menuju praktik teknologi informasi yang berkelanjutan. Dengan mengoptimalkan beban kerja, mengurangi limbah, dan merangkul prinsip-prinsip ekonomi sirkular, organisasi dapat berperan dalam menciptakan lanskap teknologi yang sadar terhadap lingkungan.
Menurut Mohit, untuk mengatasi tantangan dalam memberikan pengalaman yang berkelanjutan dan tetap berorientasi pada pelanggan, bisnis harus mengintegrasikan aspek keamanan data, keberlanjutan, inovasi, dan adaptabilitas ke dalam pendekatan mereka. Untuk mewujudkan upaya ini, Mohit menekankan pentingnya melakukan praktik data yang etis, perolehan wawasan yang didukung oleh kecerdasan buatan, dan tingkat fleksibilitas.
Lebih jauh, keseimbangan antara pemanfaatan data dengan langkah-langkah keamanan yang ketat sangat penting dalam menjaga kepercayaan pelanggan dan mencegah pelanggaran keamanan. Menyelaraskan inovasi dengan tujuan keberlanjutan memerlukan pengambilan keputusan yang bijak.
Mohit mengakhiri sambutannya dengan memastikan kelancaran akurasi dan keandalan data di berbagai platform adalah upaya yang harus dilakukan secara konsisten. Mengekstraksi wawasan yang bermakna dari jumlah data yang melimpah adalah hal yang sangat penting untuk membuat keputusan yang objektif dan efisien.
Welcome Address

Pandemi telah mengubah lanskap kerja secara signifikan, mendorong organisasi untuk mencari cara baru untuk meningkatkan efisiensi dan responsivitas dalam menghadapi tantangan yang dihadirkan oleh situasi darurat. Salah satu perubahan yang telah diimplementasikan adalah adopsi model kerja hybrid, yang memungkinkan karyawan untuk bekerja dari rumah selama beberapa hari dalam seminggu. Model kerja ini tidak hanya memberikan fleksibilitas kepada karyawan, tetapi juga memberikan organisasi kesempatan untuk mengoptimalkan sumber daya mereka dengan cara yang lebih efisien.
Bagi organisasi, model kerja hybrid dapat mengurangi biaya operasional terkait dengan pemeliharaan kantor fisik dan infrastruktur yang terkait. Ini juga dapat memungkinkan perluasan akses terhadap bakat di luar wilayah geografis kantor fisik, karena karyawan dapat bekerja dari mana saja dengan koneksi internet yang baik. Selain itu, model kerja hybrid dapat meningkatkan responsivitas organisasi terhadap perubahan lingkungan bisnis yang cepat, memungkinkan mereka untuk beradaptasi dengan lebih cepat dan lebih efisien.
Akan tetapi, Joseph Yang, Managing Director untuk Singapura di Hewlett Packard Enterprise, mengatakan bahwa bias data, seringkali muncul tanpa disengaja ketika banyak organisasi mengadopsi strategi hybrid. Joseph menekankan, dengan melihat hal ini, organisasi perlu lebih proaktif dalam mengatasinya. Salah satu pendekatan yang diadopsi adalah menggunakan kecerdasan buatan (AI) dalam skala besar untuk mengubah bias data ini menjadi sumber intelijensi yang bermanfaat.
Penggunaan kecerdasan buatan (AI) menjadi semakin penting dalam mengatasi bias data karena AI memiliki kemampuan untuk mengenali, mengelola, dan mengoreksi bias dengan tingkat akurasi dan efisiensi yang sulit dicapai oleh metode manusia. AI dapat menganalisis data dalam skala besar dengan cepat dan menyeluruh, mengidentifikasi pola-pola yang mungkin mengindikasikan bias, dan memberikan solusi yang sesuai.
Selain itu, AI dapat belajar dari data baru yang masuk, memperbaiki diri sendiri, dan terus meningkatkan kemampuannya dalam mengatasi bias. Dengan demikian, penggunaan AI tidak hanya dapat membantu organisasi mengidentifikasi bias yang sudah ada dalam data mereka, tetapi juga mencegah terbentuknya bias baru di masa depan.
Dengan strategi ini, organisasi dapat mempercepat adopsi pendekatan berbasis data yang mendahului dan menghasilkan wawasan yang dapat diimplementasikan secara efektif. Hasilnya adalah peningkatan kinerja organisasi yang signifikan dan kemampuan untuk mengatasi tantangan keberlanjutan teknologi informasi yang semakin kompleks.
Namun, muncul pertanyaan baru seiring fokus ASEAN pada perubahan iklim yang memunculkan permasalahan karbon. Penggunaan data yang intensif dapat menyebabkan peningkatan jejak karbon. Namun, apakah ada solusi untuk mengatasi hal ini? Dengan mantapnya, Joseph menjawab “tentu.”
“Sangat mungkin untuk mengelola data sambil secara bersamaan mengurangi jejak karbon. Hal ini melibatkan adopsi pendekatan beragam untuk mengoptimalkan proses yang berkaitan dengan data dan infrastruktur teknologi informasi untuk keberlanjutan,” tekannya.
Joseph menjelaskan bahwa salah satu area kunci untuk menanggulangi hal ini adalah adalah efisiensi pusat data, di mana merancang pusat data yang hemat energi, menggunakan solusi pendinginan, dan beralih ke sumber energi terbarukan dapat secara signifikan mengurangi dampak karbon.
Komputasi cloud menawarkan jalur lain, karena banyak penyedia awan memprioritaskan penggunaan energi terbarukan untuk pusat data mereka. Selain itu, praktik kompresi data, deduplikasi, dan manajemen siklus hidup membantu meminimalkan kebutuhan penyimpanan data dan konsumsi energi. Mengadopsi virtualisasi server, mempromosikan kerja jarak jauh untuk mengurangi perjalanan, dan memilih solusi penyimpanan data berkelanjutan juga turut berkontribusi pada pengurangan jejak karbon.
Selain itu, Joseph menambahkan bahwa dengan pemilihan lokasi pusat data secara strategis yang mendukung sumber energi terbarukan dan sistem pendinginan yang efisien juga dapat memainkan peran penting. Pemantauan rutin, pelaporan, dan komitmen terhadap keberlanjutan adalah komponen penting dari pendekatan pengelolaan data yang peduli akan lingkungan ini.
Joseph meyakini bahwa konsep “teknologi informasi berkelanjutan” mengacu pada adopsi praktik dan teknologi di bidang teknologi informasi yang bertanggung jawab secara lingkungan dan mendorong keberlanjutan jangka panjang.
“Dengan menerapkan praktik-praktik ini, organisasi dapat secara signifikan mengurangi jejak karbon mereka dan meminimalkan dampaknya terhadap lingkungan. Pendekatan ini mencakup berbagai strategi, seperti pusat data yang efisien energi, penggunaan sumber energi terbarukan, komputasi cloud, kompresi data, dan virtualisasi server,” ungkapnya.
Teknologi informasi berkelanjutan tidak hanya menguntungkan lingkungan, tetapi juga menawarkan efisiensi biaya, optimalisasi sumber daya, dan hasil operasional yang lebih baik. Ini memungkinkan organisasi untuk mengurangi konsumsi energi, mengurangi biaya operasional, meningkatkan alokasi sumber daya, dan memastikan kelangsungan bisnis melalui penurunan waktu henti.
“Selain itu, merangkul teknologi informasi berkelanjutan sejalan dengan regulasi lingkungan yang semakin ketat dan harapan pelanggan, menjadikan organisasi sebagai entitas yang bertanggung jawab dan berpikiran maju dalam lanskap bisnis modern,” tutupnya.
Power Talk
Merancang masa depan yang berkelanjutan, berbasis data, dan berdesain hybrid merupakan pendekatan proaktif dengan mengintegrasikan tiga elemen kritis: keberlanjutan, berpusat pada data, dan infrastruktur hibrida. Pendekatan ini berpotensi membentuk masa depan bisnis dan teknologi di dunia yang semakin terhubung dan peduli lingkungan.


Ashutosh Sharan, VP Customer Solutions untuk Asia Tenggara di Mastercard, menyoroti keterlibatan proaktif Mastercard dalam berbagai usaha yang menggabungkan keberlanjutan dengan transformasi digital. Salah satu inisiatif Mastercard adalah pengenalan Priceless Planet Coalition. Dalam program ini, Mastercard berkolaborasi dengan organisasi seperti Conservation International untuk memulai misi memulihkan 100 juta pohon dalam lima tahun. Upaya ini dilakukan dengan menggunakan teknologi untuk melibatkan konsumen secara aktif dalam upaya pelestarian lingkungan yang bermakna.
Selain itu, Mastercard juga berkomitmen untuk memajukan inklusi keuangan digital, terutama di daerah yang tidak memiliki akses memadai. Hal ini dilakukan Matercard dengan tujuan untuk memberdayakan individu secara ekonomis, sambil mengurangi ketergantungan pada transaksi tunai.
“Mastercard mengalokasikan sumber daya data yang substansial untuk mendorong inisiatif keberlanjutan,” jelas Ashutosh. “Kami menganalisis data pembayaran dan perilaku konsumen untuk mendorong pilihan yang ramah lingkungan.”
Selain upaya-upaya yang telah disebutkan di atas, perusahaan ini juga sangat menekankan keberlanjutan rantai pasokan, memanfaatkan solusi digital untuk memberdayakan bisnis dalam memantau dan meningkatkan jejak lingkungan dari operasi mereka.
Selain itu, inisiatif mereka untuk menawarkan solusi identitas digital bagi populasi yang terpinggirkan bertujuan untuk memperkuat akses keuangan dan keberlanjutan dalam ekonomi digital. Mastercard telah menetapkan tujuan ambisius untuk mencapai netralitas karbon dalam operasinya di seluruh dunia pada tahun 2050 mendatang. Untuk mencapainya, mereka secara aktif mengintegrasikan praktik-praktik berkelanjutan dan teknologi canggih untuk secara signifikan mengurangi jejak karbon mereka.
Lebih jauh lagi, dalam praktiknya, mereka terlibat dalam proyek-proyek yang berfokus pada kota pintar dan keberlanjutan perkotaan. Inisiatif-inisiatif ini melibatkan kemitraan di masing-masing kota untuk menyebarkan solusi digital guna meningkatkan sistem transportasi dan mendukung keberlanjutan perkotaan. Selain itu, Mastercard berkomitmen untuk mendukung inisiatif pendidikan digital yang mengadvokasikan praktik-praktik berkelanjutan di kalangan individu dan bisnis.
Ashutosh mengakui bahwa menyesuaikan tujuan keberlanjutan dengan harapan pelanggan bisa menjadi tantangan akibat dari berbagai factor, contohnya seperti kurangnya kesadaran, prioritas yang saling bertentangan, dan biaya tinggi yang terkait dengan produk berkelanjutan. Untuk mengatasi hambatan ini, perusahaan harus menerapkan strategi komunikasi yang jelas dan mudah dipahami yang menyoroti manfaat bersama keberlanjutan, sambil memberikan insentif untuk membuat pilihan berkelanjutan.
Dia juga menyarankan bahwa mengatasi masalah keterbatasan ketersediaan produk memerlukan kerja sama yang erat dengan pemasok dan mitra, memperluas akses melalui berbagai cara, dan mempertimbangkan opsi penjualan online. Memastikan transparansi dalam rantai pasokan, beradaptasi dengan preferensi pelanggan yang berkembang, serta menunjukkan dampak keberlanjutan yang nyata dan dapat diukur adalah langkah-langkah kritis dalam mengatasi tantangan ini.
Membangun kepercayaan dengan menghindari greenwashing, menyesuaikan upaya keberlanjutan dengan preferensi lokal, dan secara proaktif melibatkan dan mendidik pelanggan melalui acara dan kolaborasi adalah strategi kunci untuk mencapai tujuan keberlanjutan dengan harapan pelanggan. Pada akhirnya, perusahaan yang memberi prioritas pada transparansi, pendidikan, dan kolaborasi dengan pelanggan lebih baik dalam membentuk komitmen bersama terhadap keberlanjutan dengan basis pelanggan mereka.
“Memastikan perjalanan pelanggan yang konsisten dan mulus melalui berbagai saluran dalam model hibrida memerlukan strategi yang terencana dengan baik,” jelas Ashutosh. “Hal ini tentu dimulai dengan melakukan tahap sentralisasi data pelanggan melalui sistem CRM, yang menjadi dasar untuk personalisasi.”
Signifikansi mengadopsi pendekatan omnichannel, yang melibatkan menjaga pesan, branding, dan standar layanan yang konsisten di kedua titik kontak fisik dan digital, tidak bisa diabaikan. Penting bagi integrasi teknologi untuk berjalan mulus, memungkinkan aliran data yang lancar antara saluran ini untuk memfasilitasi transisi yang mudah bagi pelanggan. Keseragaman dalam branding, desain, dan pesan ini berfungsi untuk memperkuat pengenalan merek dan membangun kepercayaan.
Dalam pandangan Ashutosh, personalisasi yang didorong oleh data pelanggan sangat penting, memastikan bahwa pelanggan merasa benar-benar dipahami dan dilayani dengan baik, terlepas dari saluran yang mereka pilih. Memberikan pengalaman dukungan pelanggan yang konsisten, baik melalui telepon, email, obrolan, atau interaksi langsung, tetap sangat penting.
Ashutosh menekankan bahwa optimisasi mobile sangat penting dalam lanskap bisnis saat ini. Pengalaman mobile harus sejalan dan sejajar dengan kualitas interaksi desktop. Selain itu, dia menekankan pentingnya pengumpulan umpan balik yang berkelanjutan dan perbaikan iteratif untuk memastikan bahwa pengalaman pelanggan terus berkembang dan meningkat.
Selain itu, Ashutosh menyoroti pentingnya langkah-langkah keamanan siber yang kokoh dan protokol privasi data yang ketat. Ini penting tidak hanya untuk melindungi informasi pelanggan yang sensitif, tetapi juga untuk menjaga dan memperkuat kepercayaan pelanggan dalam jangka panjang.


Dr Tung Whye Loon, Director, Data, AI & Research (SP Digital) di SP Group, berbicara tentang bagaimana SP Digital telah berhasil mengintegrasikan AI dan optimisasi data ke berbagai aspek operasinya, dengan mendapatkan banyak keuntungan.
Salah satu aplikasi yang patut dicatat adalah pemeliharaan berbasis prediksi, yang didorong oleh AI, yang memungkinkan SP Digital untuk mengantisipasi kerusakan peralatan dan melakukan pemeliharaan secara proaktif, sehingga mengurangi waktu tidak terjadwal dan memperkuat keandalan aset. Selain itu, penggunaan AI dalam peramalan permintaan dapat mengoptimalkan produksi dan distribusi, memastikan operasi yang efisien, dan mengurangi masalah seperti kekurangan atau kelebihan stok.
“Penggunaan AI dalam mendeteksi penipuan meningkatkan perlindungan pelanggan dan keamanan keuangan, sementara segmentasi pelanggan memungkinkan kampanye pemasaran yang lebih efektif melalui penargetan yang personal,” jelas Dr Tung.
SP Digital aktif menjelajahi aplikasi tambahan AI dan optimisasi data untuk terus meningkatkan operasinya. Hal ini meliputi penyederhanaan konsumsi energi melalui penggunaan AI untuk menjadwalkan produksi selama jam sibuk dan pelaksanaan program tanggapan permintaan untuk mengelola permintaan energi dengan lebih efisien.
Selain itu, ada potensi besar untuk meningkatkan layanan pelanggan melalui AI. Chatbot dan pembelajaran mesin dapat memainkan peran penting dalam menjawab pertanyaan pelanggan dengan cepat dan efisien, sambil juga mengidentifikasi risiko potensial.
Lebih jauh lagi, analisis data yang didukung oleh AI dapat berperan penting dalam memajukan inovasi. Ini dapat mengidentifikasi pola pelanggan dan menghasilkan ide-ide segar melalui pemrosesan bahasa alami, sehingga memfasilitasi pengembangan produk dan layanan inovatif.
Inisiatif-inisiatif tersebut menunjukkan komitmen SP Digital untuk memanfaatkan AI dan optimisasi data untuk mengubah operasinya dan meningkatkan nilai pelanggan, menurut Dr Tung.
Memanfaatkan potensi AI berskala besar untuk strategi berbasis data memerlukan pendekatan sistematis yang bertujuan untuk mengubah organisasi menjadi kekuatan berbasis data. Perjalanan ini dimulai dengan pengumpulan dan integrasi data yang teliti dari berbagai sumber, dengan fokus pada memastikan kualitas dan standardisasi data.
Penerapan analisis yang didukung oleh AI, termasuk pembelajaran mesin dan model prediktif, kemudian memainkan peran penting dalam mengungkapkan pola dan korelasi tersembunyi dalam dataset besar, menawarkan wawasan berharga yang penting untuk pengambilan keputusan yang berdasarkan informasi.
Selain itu, pendirian infrastruktur yang dapat diskalakan, seperti komputasi cloud dan komputasi edge, menjadi sangat penting untuk menampung volume data yang terus berkembang dan memfasilitasi analisis real-time. Praktik-praktik tata kelola data yang kuat, tindakan keamanan siber yang kokoh, dan kepatuhan yang teguh terhadap peraturan privasi data adalah elemen yang tidak dapat dihindari untuk menjaga integritas data dan keamanan sepanjang proses ini.
Dr Tung menekankan bahwa wawasan yang dapat diambil melalui visualisasi, pelaporan, dan pemberitahuan otomatis memungkinkan pemangku kepentingan untuk membuat keputusan yang berbasis data.
“Pembelajaran yang berkelanjutan, lingkaran umpan balik, dan budaya berbasis data memajukan perbaikan yang berkelanjutan, dengan kolaborasi lintas fungsi dan dampak yang dapat diukur mendorong adopsi strategi data yang didukung oleh AI,” katanya. “Pertimbangan etis memandu praktik AI dan data yang bertanggung jawab, memastikan penggunaan data dan teknologi AI yang etis di seluruh organisasi.”
Dalam lingkungan teknologi informasi yang membutuhkan sumber daya, mencapai keseimbangan yang harmonis antara inovasi dan keberlanjutan sangat penting. Hal ini dapat dicapai dengan merangkul pendekatan multi-faset yang mengatasi kemajuan teknologi dan tanggung jawab ekologis. Organisasi harus memberikan prioritas pada efisiensi energi dan sumber daya terbarukan untuk mendukung infrastruktur teknologi informasi mereka, didukung oleh teknik optimisasi pusat data yang mengurangi pemborosan sumber daya.
Dr Tung meyakini bahwa dengan mengadopsi komputasi cloud dan model hibrida memungkinkan alokasi sumber daya yang dinamis serta mengurangi konsumsi energi. “Prinsip-prinsip ekonomi sirkular mendorong penggunaan kembali dan daur ulang peralatan teknologi informasi, yang lebih lanjut dapat mengurangi dampak lingkungan.”
Selain itu, mendorong inovasi untuk keberlanjutan mempromosikan pengembangan solusi teknologi informasi hijau dan integrasi teknologi baru untuk mengoptimalkan pemanfaatan sumber daya. Strategi pengoptimalan dan pengelolaan data yang efektif mengurangi duplikasi data, mengarah pada persyaratan penyimpanan dan pemrosesan yang lebih rendah.
Dr Tung sangat yakin bahwa melibatkan cloud dalam praktik berkelanjutan dan secara teratur memantau indikator kinerja utama terkait keberlanjutan adalah dasar untuk membentuk budaya akuntabilitas dalam organisasi.
Dengan mematuhi peraturan lingkungan dan berkolaborasi dengan pemasok yang peduli lingkungan, organisasi memastikan bahwa keberlanjutan tetap menjadi fokus sentral dalam operasi teknologi informasi mereka. Komitmen terhadap keberlanjutan ini menggarisbawahi dedikasi organisasi terhadap kepemimpinan lingkungan yang bertanggung jawab.
Dengan menerapkan strategi ini, organisasi dapat seimbang antara tuntutan inovasi dan keberlanjutan dalam lingkungan teknologi informasi yang membutuhkan sumber daya, mengurangi dampak lingkungan mereka, dan berkontribusi pada masa depan yang lebih hijau dan bertanggung jawab.



Joseph Yang, Managing Director di Hewlett Packard Enterprise (HPE) di Singapura, mengungkapkan bahwa HPE menghadapi berbagai tantangan keberlanjutan dalam upayanya mencapai tujuan keberlanjutan. Salah satu perhatian utama adalah konsumsi energi yang substansial yang terkait dengan pusat data dan fasilitas manufakturnya.
Mengatasi masalah terkait energi ini adalah aspek penting dari misi keberlanjutan perusahaan. HPE telah berhasil menerapkan strategi untuk mengurangi konsumsi energi tanpa mengorbankan efisiensi operasional, sehingga mengurangi dampak lingkungannya.
Selain itu, sebagai perusahaan teknologi, HPE menghadapi tantangan dalam mengelola limbah elektronik (e-waste) yang berasal dari peralatan usang. Untuk mengatasi masalah ini dengan bertanggung jawab, HPE menekankan perlunya metode pembuangan dan daur ulang yang tepat untuk mengurangi dampak lingkungan yang terkait dengan pembuangan e-waste.
HPE menghadapi tantangan signifikan dalam inisiatif keberlanjutannya, termasuk kebutuhan untuk memastikan keberlanjutan rantai pasokannya yang luas. Ini mencakup sumber material yang bertanggung jawab dan praktik kerja yang etis, yang keduanya memerlukan manajemen dan pengawasan yang cermat.
Selain itu, HPE menghadapi tugas yang rumit untuk menyeimbangkan masalah privasi dan keamanan data dengan tujuan keberlanjutannya. Keseimbangan ini menyoroti kompleksitas upaya keberlanjutan HPE dikarenakan perusahaan berusaha mematuhi komitmen keberlanjutan sambil melindungi data sensitif dan memastikan tindakan keamanan siber yang kokoh.
Joseph mencatat bahwa HPE mengakui beberapa peluang keberlanjutan dalam operasinya. Salah satu jalur yang signifikan yaitu dengan merangkul teknologi yang efisien secara energi dan mengadopsi praktik berkelanjutan dalam pusat data dan fasilitasnya. Pendekatan ini memberikan peluang untuk mengurangi konsumsi energi tanpa mengorbankan performa. Hal ini tentu sejalan dengan komitmen HPE terhadap paradigma keberlanjutan.
Joseph yakin bahwa HPE dapat lebih memanfaatkan prinsip-prinsip ekonomi sirkular dengan merombak dan memanfaatkan kembali peralatan teknologi informasi lama, mempromosikan daur ulang, dan memperpanjang masa pakai produk. Berkolaborasi dengan pemasok dan mitra memungkinkan HPE untuk mendorong keberlanjutan dalam rantai pasokannya, mulai dari sumber material yang bertanggung jawab hingga emisi yang lebih rendah dalam logistik dan transportasi.
Dengan memanfaatkan keahlian teknologinya, HPE dapat menginovasi solusi teknologi informasi berkelanjutan, seperti server yang efisien secara energi dan penyimpanan data yang ramah lingkungan. Memanfaatkan analisis data dan kecerdasan buatan memungkinkan HPE untuk mengoptimalkan operasi keberlanjutan, termasuk pemeliharaan berbasis prediksi untuk mengurangi konsumsi energi dan perbaikan rantai pasokan yang didorong oleh data.
Keterlibatan HPE dengan pelanggan, melalui solusi teknologi informasi hijau dan layanan yang memuaskan yang sejalan dengan komitmen akan kepatuhan regulasi, dapat meningkatkan reputasi perusahaan sebagai organisasi yang bertanggung jawab dan berkelanjutan.
“Dengan mengatasi tantangan keberlanjutan dan memanfaatkan peluang, HPE berada dalam posisi yang baik untuk menyelaraskan tujuan bisnisnya dengan tanggung jawab lingkungan dan sosial,” simpul Joseph. “Pada akhirnya, kami berkontribusi pada masa depan yang lebih berkelanjutan dan peduli lingkungan bagi semua.”
Salam Penutup


Alexis Crowell Vice President and CTO, Sales, Marketing and Communications Group – Asia Pacific and Japan di Intel menekankan bahwa mengimplementasikan dan mengintegrasikan data di dalam organisasi adalah penting guna meningkatkan kepuasan pelanggan. Dengan riwayat data yang baik, pelayanan akan dapat lebih dipersonalisasi dan relevan dengan kebutuhan individu pelanggan. Hal ini juga memungkinkan organisasi untuk mengidentifikasi tren dan pola perilaku pelanggan yang dapat digunakan untuk mengembangkan strategi pemasaran yang lebih efektif.
Selain itu, data yang terintegrasi dengan baik memungkinkan organisasi untuk merespons cepat terhadap masalah atau keluhan pelanggan, yang dapat meningkatkan citra perusahaan dan membangun kepercayaan pelanggan. Hal yang perlu dicatat adalah bahwa pengelolaan data yang efisien juga dapat membantu organisasi mengoptimalkan proses internal mereka, mengurangi biaya operasional, dan meningkatkan efisiensi secara keseluruhan. Oleh karena itu, mengambil langkah-langkah untuk memastikan integritas dan kualitas data merupakan investasi yang berharga dalam pencapaian kesuksesan jangka panjang bagi organisasi.
Lebih lanjut, Crowell menekankan bahwa tidak ada yang tidak mungkin untuk dapat menyelaraskan organisasi berbasis data dengan keberlanjutan teknologi informasi. “Organisasi tidak perlu khawatir untuk tidak dapat mencapai keselarasan antara penggunaan teknologi informasi yang efisien dan berkelanjutan,” katanya. “Dengan komitmen yang tepat dan investasi yang cerdas, setiap organisasi dapat mengambil langkah-langkah menuju pengelolaan data yang berkelanjutan dan ramah lingkungan.”
Crowell menjelaskan bahwa salah satu langkah pertama adalah mengidentifikasi area di mana organisasi dapat mengoptimalkan penggunaan teknologi informasi untuk mengurangi jejak karbon mereka. Ini bisa melibatkan beralih ke sumber energi terbarukan untuk pusat data, mengadopsi praktik manajemen data yang lebih efisien, atau bahkan menggunakan komputasi awan yang lebih berkelanjutan.
Lebih lanjut, Crowell menjelaskan tentang pentingnya melibatkan seluruh organisasi dalam upaya berkelanjutan ini. “Ini bukan hanya tugas departemen teknologi informasi,” katanya. “Semua bagian organisasi harus terlibat dalam usaha ini, karena dampak dan manfaat dari keberlanjutan teknologi informasi akan dirasakan oleh seluruh organisasi.”
Dalam akhir sambutannya, Crowell menekankan bahwa sumber daya dan dukungan sudah tersedia untuk organisasi yang ingin bergerak menuju keberlanjutan teknologi informasi. “Ada banyak sumber daya dan panduan yang tersedia untuk membantu organisasi dalam perjalanan ini,” katanya. “Dan ini adalah langkah yang sangat penting untuk masa depan kita dan planet ini,” tutupnya.
- Like
- Digg
- Del
- Tumblr
- VKontakte
- Buffer
- Love This
- Odnoklassniki
- Meneame
- Blogger
- Amazon
- Yahoo Mail
- Gmail
- AOL
- Newsvine
- HackerNews
- Evernote
- MySpace
- Mail.ru
- Viadeo
- Line
- Comments
- Yummly
- SMS
- Viber
- Telegram
- Subscribe
- Skype
- Facebook Messenger
- Kakao
- LiveJournal
- Yammer
- Edgar
- Fintel
- Mix
- Instapaper
- Copy Link
Singapore’s Senior Minister of State for Defence, Heng Chee How, and Senior Minister of State for Communications and Information and Health, Dr Janil Puthucheary, recently visited the Critical Infrastructure Defence Exercise (CIDeX) 2023, underscoring the government’s commitment to fortifying national cybersecurity.


The exercise, held at the National University of Singapore School of Computing, witnessed over 200 participants engaging in operational technology (OT) critical infrastructure defence training.
Organised by the Digital and Intelligence Service (DIS) and the Cyber Security Agency of Singapore (CSA), with support from iTrust/SUTD and the National Cybersecurity R&D Laboratory (NCL), CIDeX 2023 marked a collaborative effort to enhance Whole-Of-Government (WoG) cyber capabilities. The exercise focused on detecting and countering cyber threats to both Information Technology (IT) and OT networks governing critical infrastructure sectors.
This year’s edition boasted participation from DIS, CSA, and 24 other national agencies across six Critical Information Infrastructure (CII) sectors. With an expanded digital infrastructure comprising six enterprise IT networks and three new OT testbeds, participants operated on six OT testbeds within key sectors—power, water, telecom, and aviation.
CIDeX 2023 featured Blue Teams, composed of national agency participants serving as cyber defenders, defending their digital infrastructure against simulated cyber-attacks launched by a composite Red Team comprising DIS, CSA, DSTA, and IMDA personnel. The exercises simulated attacks on both IT and OT networks, including scenarios such as overloading an airport substation, disrupting water distribution, and shutting down a gas plant.
The exercise provided a platform for participants to hone their technical competencies, enhance collaboration, and share expertise across agencies. Before CIDeX, participants underwent a five-day hands-on training programme at the Singapore Armed Forces (SAF)’s Cyber Defence Test and Evaluation Centre (CyTEC) at Stagmont Camp, ensuring readiness for cyber defence challenges.
On the sidelines of CIDeX 2023, the DIS solidified cyber collaboration by signing Memorandums of Understanding (MoUs) with key technology sector partners, expanding its partnerships beyond the earlier agreement with Microsoft earlier in the year.
Senior Minister Heng emphasised the importance of inter-agency cooperation, stating, “CIDeX is a platform where we bring together many agencies throughout the government to come together to learn how to defend together.” He highlighted the collective effort involving 26 agencies and over 200 participants, acknowledging the significance of unity in cybersecurity.
Dr Janil echoed this sentiment, emphasising CIDeX’s role in the Whole-of-Government (WoG) cyber defence effort. He remarked, “Defending Singapore’s cyberspace is not an easy task, and it is a team effort.”
He commended the strong partnership between the Cyber Security Agency of Singapore and the Digital and Intelligence Service, recognising the exercise as a crucial element in strengthening the nation’s digital resilience and national cybersecurity posture.
By leveraging collaboration, innovation, and a robust defence strategy, Singapore aims not just to protect its critical infrastructure but to set a global standard in cybersecurity practices.
CIDeX 2023 serves as a compelling embodiment of Singapore’s unwavering dedication to maintaining a leadership position in cybersecurity practices. This strategic exercise underscores the nation’s commitment to cultivating collaboration and fortifying its resilience against continually evolving cyber threats.
Beyond a training ground for sharpening the skills of cyber defenders, CIDeX 2023 encapsulates the government’s profound commitment to adopting a robust, collaborative, and forward-thinking approach to safeguarding the integrity and security of the nation’s critical infrastructure in the dynamic landscape of the digital age.
- Like
- Digg
- Del
- Tumblr
- VKontakte
- Buffer
- Love This
- Odnoklassniki
- Meneame
- Blogger
- Amazon
- Yahoo Mail
- Gmail
- AOL
- Newsvine
- HackerNews
- Evernote
- MySpace
- Mail.ru
- Viadeo
- Line
- Comments
- Yummly
- SMS
- Viber
- Telegram
- Subscribe
- Skype
- Facebook Messenger
- Kakao
- LiveJournal
- Yammer
- Edgar
- Fintel
- Mix
- Instapaper
- Copy Link
The Cyberport Entrepreneurship Programmes’ 20th Anniversary Celebration and Graduation Ceremony was a major event attended by notable personalities, distinguished guests and budding innovators.
Cyberport is Hong Kong’s digital technology flagship and incubator for entrepreneurship with over 2,000 members including over 900 onsite and close to 1,100 offsite start-ups and technology companies. It is managed by Hong Kong Cyberport Management Company Limited, wholly owned by the Hong Kong SAR Government.
With a vision to become Hong Kong’s digital technology hub and stimulate a fresh economic impetus, Cyberport is dedicated to cultivating a dynamic tech environment. This commitment involves nurturing talent, encouraging youth entrepreneurship, aiding startups, fostering industry growth through strategic partnerships with local and international entities, and driving digital transformation across public and private sectors, bridging new and traditional economies.


Professor Sun Dong, the Secretary for Innovation, Technology, and Industry, Hong Kong highlighted Cyberport’s incredible journey and the achievements of its vibrant community. Expressing his delight in commemorating Cyberport’s two-decade-long legacy, he emphasised the institution’s pivotal role as an ICT powerhouse in Hong Kong.
From its humble beginnings to its present stature, Cyberport has emerged as a catalyst for innovation, nurturing over 2,000 technology companies and startups and showcasing an exponential growth rate over the past five years.
Cyberport’s community has attracted a staggering US$38 billion of investment, marking its significance as an ICT flagship in Hong Kong. The establishment takes pride in its contribution to nurturing numerous innovative ideas and fostering dynamic business ventures, with seven notable unicorns in fintech, smart living, and digital entertainment sectors.
Cyberport excelled at the prestigious Hong Kong ICT Awards, with 25 startups securing 28 accolades, including the esteemed Award of the Year. This achievement showcased the institution’s exceptional calibre and innovation prowess nurtured within its ecosystem.
Acknowledging the pivotal role of startups in Cyberport’s success story, Professor Sun Dong shared how these young enterprises, often starting with a simple idea at a small table, grow in tandem with Cyberport’s support. The institution provides not just financial aid but also a nurturing environment where entrepreneurs can leverage extensive networks, collaborative spaces, and expert guidance to cultivate their ideas into commercial successes.
The graduation of more than 200 startups from the Entrepreneurship Programme stood as a testament to Cyberport’s commitment to fostering entrepreneurial talent. This initiative empowers startups to translate their ideas into tangible commercial solutions and market breakthroughs, laying the foundation for their future success.
Looking ahead, Professor Sun Dong outlined Cyberport’s exciting plans, including the upcoming expansion block slated for completion in two years, aimed at providing additional space for the community’s development. He also highlighted Cyberport’s initiative to establish the Artificial Intelligence Supercomputing Centre, a pioneering endeavour set to commence in 2024, envisioned to be a pioneering and substantial facility in Hong Kong.
Cyberport’s extraordinary journey showcases significant achievements while charting a promising future, embodying the core values of innovation, collaboration, and collective growth.
Professor Sun expressed gratitude on behalf of the Government, acknowledging their hard work and contributions to the tech ecosystem emphasising the importance of collective participation for a better future.
The vibrant success of events like the Cyberport Venture Capital Forum 2023 resonates with Cyberport’s commitment to fostering innovation and collaboration, further cementing its role as a catalyst for technological advancement and entrepreneurial growth in Hong Kong.
The Cyberport Venture Capital Forum (CVCF) 2023 saw a turnout of over 2,500 participants during its two-day hybrid event. Themed “Venture Forward: Game Changing through Innovation,” the forum convened 80 global visionary venture experts, entrepreneurial pioneers, and influential thinkers. With more than 120,000 page views and over 300 fundraising meetings facilitated, it solidified its position as a pivotal platform fostering networking and collaborative opportunities.
- Like
- Digg
- Del
- Tumblr
- VKontakte
- Buffer
- Love This
- Odnoklassniki
- Meneame
- Blogger
- Amazon
- Yahoo Mail
- Gmail
- AOL
- Newsvine
- HackerNews
- Evernote
- MySpace
- Mail.ru
- Viadeo
- Line
- Comments
- Yummly
- SMS
- Viber
- Telegram
- Subscribe
- Skype
- Facebook Messenger
- Kakao
- LiveJournal
- Yammer
- Edgar
- Fintel
- Mix
- Instapaper
- Copy Link
In a significant stride towards technological innovation and sustainable development, the Department of Scientific & Industrial Research (DSIR) and The Energy and Resources Institute (TERI) have joined forces to revolutionise India’s construction and wastewater treatment sectors.


This pioneering collaboration under the “Access to Knowledge for Technology Development and Dissemination (A2K+) Studies” Scheme of DSIR is aimed at aligning with India’s Smart Cities Mission and its ambitious commitment to achieving net-zero emissions by 2070.
DSIR’s allocation of two crucial research studies to TERI signifies a pivotal step in bridging the informational gap on advanced building materials, designs for energy efficiency, and the assessment of membrane-based sewage wastewater treatment systems for reuse and recycling.
A significant milestone in this partnership was marked by a high-profile Stakeholder Consultant Meeting held at the prestigious India Habitat Center in New Delhi. Attended by key decision-makers, esteemed experts from academia, industry leaders, and policymakers, this event became a platform for insightful discussions and collaborations.
Dr Sujata Chaklanobis, Scientist ‘G’ and Head of A2K+ Studies at DSIR, emphasised the importance of promoting industrial research for indigenous technology development, utilisation, and transfer in her address. Her words underscored the crucial role of research and innovation in fostering sustainable technological advancements.
Mr Sanjay Seth, Senior Director of TERI’s Sustainable Infrastructure Programme highlighted India’s commitment to carbon neutrality by 2070. He stressed the imperative integration of cutting-edge technologies and innovative designs in buildings to significantly reduce energy consumption, a key step towards a sustainable, low-carbon future.
The first session of the consultation centred on leveraging emerging technologies and innovative solutions for advanced building design to enhance energy efficiency. Experts from various domains provided insightful suggestions and information, fostering dialogue on energy-efficient building designs and sustainable construction practices.
The second session delved into the current status and prospects of membrane technologies in India for sewage treatment. Insights from academia, including professors from prestigious institutions, shed light on research gaps and opportunities for commercialisation in the domain of membrane-based technologies.
Industry experts also provided valuable perspectives on the current membrane market, innovations, and opportunities, creating a comprehensive understanding of the landscape and paving the way for future developments.
The amalgamation of insights from academia, industry, and end-users enriched the discussions, providing a roadmap for future innovation and development in these critical sectors. The event culminated with a commitment from both DSIR and TERI to embark on an innovation journey, heralding a sustainable and resilient future for India.
The DSIR-TERI collaborative consultation stands as a beacon of transformative progress in advancing sustainable building practices and sewage treatment technologies. It underscores the power of partnership in driving technological evolution for a more sustainable tomorrow.
India’s ambitions intertwine technological progress with a steadffast commitment to sustainability, envisioning a future where innovation not only drives economic growth but also champions environmental stewardship.
Through strategic initiatives and cooperation, India aims to leverage cutting-edge technologies to address pressing global challenges, ensuring a harmonious balance between technological advancement, environmental preservation, and societal well-being.
NITI Aayog, in collaboration with CSIRO, Australia’s national science agency, initiated the India Australia Rapid Innovation and Startup Expansion (RISE) Accelerator under the Atal Innovation Mission (AIM) to bolster circular economy startups from both countries, fostering innovation and entrepreneurship.
The Indian Institute of Technology Kanpur (IIT-Kanpur) and the African-Asian Rural Development Organisation (AARDO) jointly organised an international training programme, focused on exploring the application of nanotechnology in promoting plant growth and crop protection for sustainable agriculture.
According to an IIT-Kanpur statement, the programme served as a forum for experts from diverse fields to discuss and deliberate on solutions to meet the urgent global challenge of achieving food security and promoting sustainability in agriculture.
- Like
- Digg
- Del
- Tumblr
- VKontakte
- Buffer
- Love This
- Odnoklassniki
- Meneame
- Blogger
- Amazon
- Yahoo Mail
- Gmail
- AOL
- Newsvine
- HackerNews
- Evernote
- MySpace
- Mail.ru
- Viadeo
- Line
- Comments
- Yummly
- SMS
- Viber
- Telegram
- Subscribe
- Skype
- Facebook Messenger
- Kakao
- LiveJournal
- Yammer
- Edgar
- Fintel
- Mix
- Instapaper
- Copy Link
The Indonesian government actively strives to implement thematic Bureaucratic Reform (RB) directly addressing societal issues. Minister of State Apparatus Empowerment and Bureaucratic Reform (PANRB) Abdullah Azwar Anas emphasised that innovation is one way to realise impactful bureaucracy.


To create impactful bureaucracy through innovation, the PANRB Ministry, which oversees public services, encourages local governments to replicate innovations through the Public Service Innovation Replication Forum (FRIPP). This is done to expand the reach of inventions and make them an integral part of the Bureaucratic Reform effort. The PANRB Ministry, as the overseer of public services, pays special attention to the steps local governments take in implementing innovations in public service delivery.
The Public Service Innovation Replication Forum (FRIPP) is a platform for local governments to share and discuss their experiences adopting specific innovations. By sharing best practices and learnings, local governments can gain valuable insights to enhance the quality of public services at the local level.
Furthermore, Abdullah Azwar Anas emphasised that inter-government collaboration is critical to building an innovative and positively impactful bureaucracy. “Through FRIPP, we encourage local governments to inspire and adopt innovations that have proven to provide real benefits to the community,” said Minister Abdullah Azwar Anas.
As previously reported by OpenGov Asia, the PANRB Ministry, along with the Ministry of Home Affairs and the National Administrative Agency (LAN), successfully launched the National Public Service Innovation Network (JIPPNas) website as a knowledge management system and the national database for public service innovations.
JIPPNas represents a concrete step in building an innovation ecosystem at the national level. This platform allows local governments to share ideas, projects, and innovative solutions in delivering public services. With this platform, other local governments can easily access and adopt innovations, accelerating the spread of best practices.
“Therefore, the presence of JIPPNas is expected to be an effort to grow new public service models through collaboration to achieve the future government,” said Minister Abdullah Azwar Anas.
In the discourse of Future Government, Minister Abdullah Azwar Anas outlined four main focus areas of the Thematic Bureaucratic Reform, which serve as the foundation for ambitious goals: poverty alleviation, increased investment, digitisation of government administration, and accelerating the current President’s priorities. Emphasis on these areas is crucial to ensuring that the bureaucracy is an effective and efficient driving force in realising the government’s vision and mission.
Minister Anas stressed the importance of a prime bureaucratic condition as a foundation to achieve the desired goals. Like a machine that must be well-maintained, the bureaucracy is directed to be able to drive the “vehicle” of the government towards the desired direction. Thus, the success of implementing the Thematic Bureaucratic Reform involves not only structural transformation but also upholding the quality and readiness of the bureaucracy as the primary driver of development.
Addressing Future Governance or Governance 5.0, Minister Anas detailed a significant paradigm shift. The “government regulating society” transitions to “Government working together with society,” or more precisely, considering society as a partner. This concept marks an evolution in how the government interacts with society, creating closer and more inclusive collaboration.
The importance of support from strategic partners such as Indonesia Infrastructure Project Governance (IIPG) is also highlighted. As a supporter of public governance reform, IIPG significantly contributes to maintaining synergy and harmonisation of roles across multi-sectors, both from the private and public sectors. This synergy is crucial in maintaining optimal performance and achieving public governance reform goals.
In line with the paradigm shift and focus on reform, these steps mark the government’s severe efforts to build a foundation for an adaptive, responsive, and actively engaged Future Government. Thematic Bureaucratic Reform is not just about structural transformation but also an effort to create a governance ecosystem capable of meeting the challenges and demands of the times effectively and competitively.
- Like
- Digg
- Del
- Tumblr
- VKontakte
- Buffer
- Love This
- Odnoklassniki
- Meneame
- Blogger
- Amazon
- Yahoo Mail
- Gmail
- AOL
- Newsvine
- HackerNews
- Evernote
- MySpace
- Mail.ru
- Viadeo
- Line
- Comments
- Yummly
- SMS
- Viber
- Telegram
- Subscribe
- Skype
- Facebook Messenger
- Kakao
- LiveJournal
- Yammer
- Edgar
- Fintel
- Mix
- Instapaper
- Copy Link
The 21st century is frequently called the age of Artificial Intelligence (AI), prompting questions about its societal implications. It actively transforms numerous processes across various domains, and research ethics (RE) is no exception. Multiple challenges, encompassing accountability, privacy, and openness, are emerging.


Research Ethics Boards (REBs) have been instituted to guarantee adherence to ethical standards throughout research. This scoping review seeks to illuminate the challenges posed by AI in research ethics and assess the preparedness of REBs in evaluating these challenges. Ethical guidelines and standards for AI development and deployment are essential to address these concerns.
To sustain this awareness, the Oak Ridge National Laboratory (ORNL), a part of the Department of Energy, has joined the Trillion Parameter Consortium (TPC), a global collaboration of scientists, researchers, and industry professionals. The consortium aimed to address the challenges of building large-scale artificial intelligence (AI) systems and advancing trustworthy and reliable AI for scientific discovery.
ORNL’s collaboration with TPC aligns seamlessly with its commitment to developing secure, reliable, and energy-efficient AI, complementing the consortium’s emphasis on responsible AI. With over 300 researchers utilising AI to address Department of Energy challenges and hosting the world’s most powerful supercomputer, Frontier, ORNL is well-equipped to significantly contribute to the consortium’s objectives.
Leveraging its AI research and extensive resources, the laboratory will be crucial in addressing challenges such as constructing large-scale generative AI models for scientific and engineering problems. Specific tasks include creating scalable model architectures, implementing effective training strategies, organising and curating data for model training, optimising AI libraries for exascale computing platforms, and evaluating progress in scientific task learning, reliability, and trust.
TPC strives to build an open community of researchers developing advanced large-scale generative AI models for scientific and engineering progress. The consortium plans to voluntarily initiate, manage, and coordinate projects to prevent redundancy and enhance impact. Additionally, TPC seeks to establish a global network of resources and expertise to support the next generation of AI, uniting researchers focused on large-scale AI applications in science and engineering.
Prasanna Balaprakash, ORNL R&D staff scientist and director of the lab’s AI Initiative, said, “ORNL envisions being a critical resource for the consortium and is committed to ensuring the future of AI across the scientific spectrum.”
Further, as an international organisation that supports education, science, and culture, The United Nations Educational, Scientific and Cultural Organisation (UNESCO) has established ten principles of AI ethics regarding scientific research.
- Beneficence: AI systems should be designed to promote the well-being of individuals, communities, and the environment.
- Non-maleficence: AI systems should avoid causing harm to individuals, communities, and the environment.
- Autonomy: Individuals should have the right to control their data and to make their own decisions about how AI systems are used.
- Justice: AI systems should be designed to be fair, equitable, and inclusive.
- Transparency: AI systems’ design, operation, and outcomes should be transparent and explainable.
- Accountability: There should be clear lines of responsibility for developing, deploying, and using AI systems.
- Privacy: The privacy of individuals should be protected when data is collected, processed, and used by AI systems.
- Data security: Data used by AI systems should be secure and protected from unauthorised access, use, disclosure, disruption, modification, or destruction.
- Human oversight: AI systems should be subject to human management and control.
- Social and environmental compatibility: AI systems should be designed to be compatible with social and ecological values.
Since 1979, ORNL’s AI research has gained a portfolio with the launch of the Oak Ridge Applied Artificial Intelligence Project to ensure the alignment of UNESCO principles. Today, the AI Initiative focuses on developing secure, trustworthy, and energy-efficient AI across various applications, showcasing the laboratory’s commitment to advancing AI in fields ranging from biology to national security. The collaboration with TPC reinforces ORNL’s dedication to driving breakthroughs in large-scale scientific AI, aligning with the world agenda in implementing AI ethics.
- Like
- Digg
- Del
- Tumblr
- VKontakte
- Buffer
- Love This
- Odnoklassniki
- Meneame
- Blogger
- Amazon
- Yahoo Mail
- Gmail
- AOL
- Newsvine
- HackerNews
- Evernote
- MySpace
- Mail.ru
- Viadeo
- Line
- Comments
- Yummly
- SMS
- Viber
- Telegram
- Subscribe
- Skype
- Facebook Messenger
- Kakao
- LiveJournal
- Yammer
- Edgar
- Fintel
- Mix
- Instapaper
- Copy Link
The Chief Dental Officer of the Ministry of Health (MOH), Associate Prof Chng Chai Kiat highlighted their role in fostering collaboration, exploring innovation and propelling oral health into the future. Digitalisation, a key element of this transformation, takes centre stage providing a vibrant space for scientists to delve into technological advancements shaping the future of oral health.
Over the next few days, 60 local and international speakers will unravel cutting-edge technologies, artificial intelligence (AI), digital dentistry, biomaterials, orofacial devices, therapeutics, and more.
Oral diseases, affecting 3.5 billion globally, not only compromise health but also pose a substantial economic burden. In Singapore, the 2019/2020 National Adult Oral Health Survey revealed high prevalence rates, emphasising the need for effective strategies.
Assoc Prof Chng underlined the significance of oral health surveillance studies, crucial for policymaking and health system planning, while research becomes a driver for innovation in delivering quality oral care.
Population health takes precedence, aligning with Singapore’s healthcare reform through the Healthier SG initiative. The ageing population becomes a focal point, prompting the need for preventive care to ensure good oral health. Population oral health studies become instrumental in understanding responses to interventions across generations, contributing to effective policymaking.
A notable endeavour is the SG70 cohort study, “Towards Healthy Longevity,” integrating oral health research into mainstream public health initiatives. Led by the National University of Singapore, it examines the effects of biological, lifestyle, and socioeconomic factors on healthy ageing. A representative sample of 3,000 Singaporeans aged 70 and older will be followed for the next 10 to 15 years.
Digital dentistry solutions take a leap forward with the ongoing development of a clinically integrated workflow to produce removable partial dentures efficiently. Spearheaded by SingHealth-Duke NUS Medical School, this research proposal employs 3D dental prosthesis printing, biomaterials, and regenerative dentistry, catering to the oral needs of an ageing population.
Industry collaboration has become integral, and a noteworthy example is the development of an antiseptic mouth rinse with anti-viral properties. Originating during the COVID-19 pandemic, the study by the National Dental Centre Singapore has successfully partnered with a homegrown oral care brand, showcasing a synergy between oral health research expertise and industry knowledge.
Digital dentistry solutions have revolutionised dental practices by offering precision, efficiency, and enhanced patient experiences. Utilising advanced technologies such as intraoral scanners and CAD/CAM systems, these solutions ensure precise measurements and accurate diagnoses.
Digital workflows streamline traditional processes, significantly reducing chair time and enabling same-day restorations. This benefits practitioners in terms of time efficiency and enhances the overall patient experience, as digital impressions replace traditional materials, providing a more comfortable and less intrusive procedure.
Customisation and aesthetics are paramount in modern dentistry, and digital tools like CAD/CAM systems allow for the creation of highly customised dental prosthetics tailored to individual patient anatomy. The precise colour-matching capabilities of digital technologies contribute to restorations that closely resemble natural teeth, achieving superior aesthetic outcomes.
Additionally, improved communication between dental professionals is facilitated through digital platforms, enabling seamless collaboration on multidisciplinary cases. The ease of sharing digital records with laboratories, specialists, and other team members fosters better coordination in delivering comprehensive patient care.
Beyond the immediate benefits, digital dentistry offers long-term advantages such as cost-effectiveness, as reduced material costs and increased efficiency offset initial investments.
The accessibility and secure storage of digital patient records contribute to better continuity of care, while ongoing technological advancements, including the integration of artificial intelligence (AI) and 3D printing, ensure that dental practices remain at the forefront of emerging trends.
Hence, digital dentistry has become an essential component of modern dental care, providing practitioners with tools to deliver high-quality, patient-centred services in a technologically advanced environment.
- Like
- Digg
- Del
- Tumblr
- VKontakte
- Buffer
- Love This
- Odnoklassniki
- Meneame
- Blogger
- Amazon
- Yahoo Mail
- Gmail
- AOL
- Newsvine
- HackerNews
- Evernote
- MySpace
- Mail.ru
- Viadeo
- Line
- Comments
- Yummly
- SMS
- Viber
- Telegram
- Subscribe
- Skype
- Facebook Messenger
- Kakao
- LiveJournal
- Yammer
- Edgar
- Fintel
- Mix
- Instapaper
- Copy Link
Union Minister of State for Skill Development & Entrepreneurship and Electronics & IT, Rajeev Chandrasekhar, spoke at two influential tech events: the Indian Express Digifraud & Safety Summit 2023 and YourStory Techsparks’23. His engagements centred around India’s technological advancements, regulatory policies, and the nation’s promising future in the global tech landscape.


At these tech summits, Minister Rajeev Chandrasekhar outlined India’s ambitious technological trajectory, reinforcing the government’s dedication to fostering innovation, ensuring a safe digital environment, and harnessing the transformative power of technology for the nation’s progress.
Minister Rajeev Chandrasekhar articulated India’s journey in artificial intelligence (AI) and emphasised the government’s commitment to fostering innovation and the startup ecosystem. He expressed the government’s profound interest in further boosting India’s burgeoning startup landscape.
Minister Rajeev Chandrasekhar noted India’s transition from an unrestricted, eternally optimistic view of technology and the internet to a more nuanced approach. He highlighted the government’s aim to strike a balance between fostering innovation and growth while guaranteeing distinct rights for digital citizens.
The Minister emphasised the evolution from the phase of transforming India to the concept of ‘New India’ and now envisions witnessing the emergence of ‘Viksit Bharat’. He expanded on India’s transformation which resonated with the Prime Minister’s vision to raise India to a developed nation status, aiming to elevate the nation to the position of the world’s third-largest economy.
Highlighting the government’s initiatives, Minister Chandrasekhar stated, “Our focus is on startups, innovation, and funding, creating a computing infrastructure. In January, Prime Minister Shri Narendra Modi agreed to establish a significant amount of GPU capacity in India for startups to access and bring forth their innovation and foundational models.”
He advocated for decentralising the startup landscape, encouraging the emergence of successful ventures from various regions across India. “We want unicorns and successful startups to come from Meerut, Ghaziabad, Kohima, Srinagar, Kottayam, Belgaum, Dharwad, Visakhapatnam, Nagpur, and beyond,” he asserted, confirming the nation’s commitment to fostering innovation in diverse cities.
Addressing concerns about internet regulation and safety, the Minister explained the government’s evolved approach, focusing on ensuring safety and trust for digital citizens while holding platforms accountable. He clarified that “safety and trust are not for the Government; rather, they are initiatives aimed at safeguarding the vast majority of Digital Nagriks”.
Reflecting on his participation in the UK AI Summit, Minister Chandrasekhar underscored India’s commitment to a safe and trusted internet, aligning with the government’s guiding principles since 2021.
“We want the internet to be safe and trusted; it is an article of faith. We also aim for platforms to be legally accountable,” he reiterated.
He highlighted the need to embrace AI’s potential while managing risks, warning against a narrative that diminishes its innovation. The Minister emphasised that avoiding the overshadowing of AI’s benefits by its perceived risks is crucial for the digital economy and the populace.
“We don’t seek to demonise AI; rather, it’s vital to maintain a balance so that the discourse on its risks doesn’t eclipse its potential advantages,” he explains, clarifying India’s approach to artificial intelligence.
OpenGov Asia provided coverage of India’s expanding global influence, highlighting the country’s leadership roles across diverse international platforms. Prime Minister Narendra Modi has introduced the Global Digital Public Infrastructure Repository (GDPIR) and a Social Impact Fund (SIF). The GDPIR will be used for sharing information and best practices and the SIF is designed to advance Digital Public Infrastructure (DPI).
He unveiled the schemes during the Virtual G20 Leaders’ Summit. Chaired by the Ministry of Electronics and Information Technology (MeitY), the G20 Digital Economy Working Group (DEWG) has played a key role in progressing the global DPI agenda.