
- Like
- Digg
- Del
- Tumblr
- VKontakte
- Buffer
- Love This
- Odnoklassniki
- Meneame
- Blogger
- Amazon
- Yahoo Mail
- Gmail
- AOL
- Newsvine
- HackerNews
- Evernote
- MySpace
- Mail.ru
- Viadeo
- Line
- Comments
- Yummly
- SMS
- Viber
- Telegram
- Subscribe
- Skype
- Facebook Messenger
- Kakao
- LiveJournal
- Yammer
- Edgar
- Fintel
- Mix
- Instapaper
- Copy Link
Kemajuan terbaru dalam Generative AI (GAI) telah merevolusi berbagai industri dan sektor publik secara holistik. Dengan kemampuannya untuk memprediksi kebutuhan masyarakat secara real-time, GAI memiliki potensi untuk menciptakan pengalaman yang sangat positif bagi pengguna serta meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap sektor publik. Melalui algoritma canggih, GAI memungkinkan sektor publik untuk meningkatkan cara berinteraksi dengan masyarakat dan menghadapi tantangan.
Meskipun GAI merupakan teknologi yang baru-baru ini muncul, GAI berhasil menciptakan disrupsi yang signifikan. GAI telah membuktikan kemampuannya dalam meningkatkan layanan bagi warga, meningkatkan efisiensi internal, menganalisis data mendalam, dan menjadi alat kreatif.
Akan tetapi, meskipun memiliki manfaat yang tampaknya positif, penggunaan GAI juga membawa sejumlah masalah dan risiko yang tidak boleh diabaikan. Sektor publik harus fokus pada pemahaman mendalam mengenai dampak jangka panjang teknologi ini terhadap kualitas dan penyampaian layanan publik. Sebab, hal ini dapat melibatkan kekhawatiran terkait keadilan, etika, privasi, keamanan, akuntabilitas, serta keandalan dan keselamatan.
Strategi Kecerdasan Buatan yang dirancang oleh sektor publik harus bertanggung jawab ketika mengadopsi teknologi ini. Meskipun GAI terus berkembang dan semakin matang serta mendominasi, organisasi sektor publik harus mampu menemukan keseimbangan antara regulasi dan inovasi.
GAI perlu terus mempertahankan fokusnya yang berpusat pada manusia, sebagaimana yang telah dirancang. Hanya dengan mengikuti pendekatan ini, teknologi ini dapat berfungsi sebagai alat yang berdaya guna untuk kemajuan masyarakat di area operasinya. Dengan menjadikan manusia sebagai titik berat utama dalam pengembangannya, GAI dapat berperan sebagai pendorong perbaikan yang signifikan bagi komunitas yang dilayaninya.
Seiring berjalannya waktu, GAI akan terus mengalami perubahan yang serasi dengan perkembangan teknologi baru yang terus muncul. Hal ini juga akan dipengaruhi oleh perubahan tren perilaku pengguna yang terus berkembang dan dinamika isu-isu etika yang relevan dengan penggunaan teknologi ini.
Namun, dalam semua perubahan ini, ada satu aspek yang tetap tidak boleh dilupakan, yaitu kewajiban sektor publik untuk menggunakan teknologi ini dengan penuh tanggung jawab dan etika. Ini adalah kunci untuk memastikan bahwa teknologi ini digunakan untuk mengubah dan meningkatkan layanan publik, serta memperbaiki pengalaman masyarakat.
Dalam melaksanakan kewajiban ini, sektor publik harus tetap berpegang pada prinsip-prinsip integritas, transparansi, dan perlindungan hak-hak individu, sehingga teknologi ini dapat memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi masyarakat.
OpenGov Breakfast Insight pada tanggal 23 Agustus 2023 di Shangri-La Rasa Sentosa, Singapura bertujuan untuk memberikan pengetahuan dan wawasan terhadap sektor publik dalam penggunaan Generative AI serta pengimplemnetasian kebijakan publik untuk meningkatkan kepuasan masyarakat sebagai pendorong perbaikan yang signifikan bagi komunitas yang dilayaninya.
Acara ini dirancang untuk membekali para profesional dalam sektor publik dan lembaga pemerintahan dalam menyikapi kemajuan teknologi demi meningkatkan efisiensi dan keamanan secara keseluruhan dalam sektor lembaga pemerintahan.
Opening Remarks

Mohit Sagar, CEO dan Kepala Redaktur OpenGov Asia, menyoroti bahwa kekuatan transformasi Generative AI akan membentuk masa depan pelayanan publik. Mohit juga menekankan pentingnya penggunaan teknologi yang bertanggung jawab dan etis untuk membuka jalan menuju masa depan digital yang berkelanjutan dan inklusif.
“Generative AI merevolusi pelayanan yang berpusat pada masyarakat dengan menawarkan personalisasi, efisiensi, dan solusi yang ramah pengguna,” pungkasnya. “Teknologi ini berdampak secara signifikan terhadap penyampaian layanan publik.”
Mohit menjelaskan bahwa kemampuan Pemrosesan Bahasa Alami (NLP) menggerakkan chatbot, mengotomatisasi pengolahan dokumen, dan memberikan rekomendasi yang disesuaikan. Ia menekankan potensi besar dari penggabungan Generative AI dengan komputer vision, membayangkan penggunaannya dalam tugas seperti memperkuat keamanan publik dan melakukan inspeksi visual.
“Generative AI memberdayakan layanan publik untuk memberikan pengalaman yang dipersonalisasi, efisien, dan berpusat pada pengguna,” Mohit mengulangi. “Ini merevolusi interaksi masyarakat dengan layanan-layanan ini di berbagai domain.
Ruang lingkup Generative AI dalam layanan berorientasi masyarakat mengalami transformasi yang cepat dan dinamis, terutama dipacu oleh upaya bersama pemimpin pasar terkemuka dan inovator-visioner yang memiliki pandangan jauh ke depan.
Mohit Sagar memberikan contoh yang menggambarkan perkembangan dan potensi GAI di berbagai sektor layanan publik di seluruh dunia:
- Departemen Pertahanan Amerika Serikat – pelatihan model pembelajaran mesin yang kuat
- Pemerintah Inggris – memerangi penipuan
- Singapura – konten pendidikan yang dipersonalisasi
- Uni Emirat Arab – meningkatkan layanan bagi masyarakat
- Komisi Eropa – meningkatkan pengelolaan data
Mohit Sagar menyoroti aspek penting dalam ranah layanan yang berorientasi pada masyarakat dan didukung oleh Generative AI: kebutuhan untuk mengatasi potensi risiko yang menyertai teknologi transformasional ini. Terutama, ia menegaskan pentingnya mengurangi tantangan seperti pelanggaran data dan penggunaan Model Bahasa Besar (LLM).
Pendekatan-pendekatan ini melibatkan pemahaman terhadap potensi bahaya yang terkait dengan pelanggaran data yang melibatkan Model Bahasa Besar (LLM), mengadopsi metodologi pengelolaan data yang aman seperti enkripsi dan kontrol akses, menjalankan audit keamanan rutin, dan menerapkan kewaspadaan berkelanjutan melalui pemantauan berkelanjutan dan prosedur tanggap kejadian.
Selain itu, pendekatan tersebutenegaskan pentingnya bagi organisasi untuk mematuhi peraturan privasi data dengan menekankan pentingnya mematuhi standar ini dan memanfaatkan teknologi yang meningkatkan privasi untuk melindungi data masyarakat. Melalui implementasi strategi ini, pemerintah dapat secara efektif mengurangi risiko, meningkatkan kepercayaan, dan menjamin integrasi Model Bahasa Besar (LLM) yang bertanggung jawab dan aman dalam layanan berorientasi masyarakat.
Menggabungkan Generative AI ke dalam rencana inovasi sektor publik Singapura menandai sebuah langkah penting menuju peningkatan layanan publik dan optimalisasi pengalaman masyarakat. Melalui perencanaan strategis yang matang dan integrasi GAI yang etis, Singapura bertujuan untuk menawarkan efisiensi yang lebih tinggi dan layanan berorientasi masyarakat, mendorong inovasi di berbagai sektor secara bertanggung jawab.
“Menjamin privasi, keamanan, dan tata kelola etis adalah hal yang sangat penting ketika mengimplementasikan Generative AI dalam sektor publik Singapura,” kata Mohit. Namun, untuk mengimplementasikan GAI sambil melindungi data masyarakat dan mempertahankan kepercayaan publik, beberapa pertimbangan kunci harus diatasi dengan tanggung jawab dan etika.
Upaya-upaya ini mencakup langkah-langkah perlindungan privasi yang komprehensif, ketaatan terhadap regulasi perlindungan data, penerapan prinsip-prinsip desain yang mengedepankan privasi, dan penggunaan praktik pengelolaan data yang aman. Menekankan keamanan adalah hal yang sangat penting untuk mencegah akses yang tidak sah dan potensi pelanggaran data yang menuntut implementasi langkah-langkah keamanan siber yang kuat seperti enkripsi dan kontrol akses yang ketat.
Dengan memberikan informasi tentang strategi-strategi ini, Mohit Sagar menekankan komitmen untuk adopsi AI yang bertanggung jawab dan perlindungan yang harus diberikan kepada data masyarakat. Penekanannya pada praktik keamanan dan pertimbangan etis mencerminkan perlunya keseimbangan antara inovasi teknologi serta perlindungan kepentingan dan hak-hak individu dalam ranah layanan berorientasi masyarakat.
Welcome Address
“Kerangka kerja tata kelola etis sangat penting untuk menetapkan pedoman dan prinsip-prinsip yang jelas, mengatasi keadilan, transparansi, akuntabilitas, dan mitigasi bias untuk menghormati hak-hak individu dan nilai-nilai masyarakat,” demikian kesimpulan Mohit. “Dengan mengintegrasikan pertimbangan-pertimbangan ini ke dalam implementasi GAI, pemerintah dapat membangun kepercayaan, meningkatkan kepercayaan, dan melindungi privasi sambil memanfaatkan manfaat GAI untuk transformasi layanan publik.”

Generative AI menjadi sangat agresif dalam dunia teknologi saat ini, terlebih teknologi ini mulai mendisrupsi sektor publik guna mengefisiensikan penyampaian kebijakan. Dalam pernyataannya ini, Aloysius Lim selaku Client Partner di HCLTech menggarisbawahi bagaimana Generative AI telah menjadi kekuatan pendorong utama dalam dunia teknologi, mengubah berbagai aspek kehidupan, termasuk sektor publik.
Generative AI dapat dipahami sebagai cabang dari kecerdasan buatan (AI) yang menggunakan algoritma komputer untuk menghasilkan output yang menyerupai konten yang dibuat oleh manusia. Konten ini dapat berupa teks, gambar, grafis, musik, atau kode komputer. Algoritma Generative AI dilatih menggunakan data yang terdiri dari contoh yang mewakili output yang diinginkan. Dengan menganalisis pola dan struktur menggunakan data pelatihan ini, algoritma ini menghasilkan konten baru yang memiliki karakteristik seperti data input asli.
HCLTech, sebagai pemimpin dalam industri ini, berperan dalam mengembangkan solusi AI yang responsif terhadap kebutuhan sektor publik. HCLTech dapat membantu organisasi mengidentifikasi peluang-peluang kecerdasan buatan (AI), mengembangkan strategi, serta menciptakan rencana-rencana implementasi solusi AI. “Pendekatan kami adalah dengan menggabungkan penawaran dan kapabilitas AI dan Generative AI kami ke dalam platform konsultasi dan pengiriman yang komprehensif, sepenuhnya terintegrasi, serta dirancang untuk menjawab kebutuhan spesifik klien industri dan memaksimalkan nilai tambah,” jelas.
HCLTech baru-baru ini meluncurkan Generative AI Labs, yang mendukung tim dalam membangun solusi dan layanan di berbagai peran dan domain, termasuk Teknik Sistem, Operasi Proses, dan Dukungan. Laboratorium ini juga akan mengemban peran dalam pengembangan akademi keterampilan Generative AI yang melatih orang tentang cara terbaik menggunakan teknologi ini dengan filosofi konsultasi, penciptaan, penyuntikan, penyisipan, dan integrasi Kecerdasan Buatan dari silikon hingga infrastruktur, aplikasi, data, dan proses bisnis.
Dalam upaya ini, HCLTech bekerja sama dengan berbagai sektor untuk mengidentifikasi peluang-peluang AI yang sesuai dengan tujuan bisnis dan merancang solusi AI yang cocok dengan visi setiap sektor. Hal ini memungkinkan organisasi untuk mengoptimalkan penggunaan teknologi AI untuk meningkatkan efisiensi, produktivitas, dan daya saing di pasar. Selain itu, komitmen HCLTech terhadap etika dan tanggung jawab dalam penggunaan teknologi AI memastikan bahwa solusi-solusi yang HCLTech tawarkan sesuai dengan standar etika dan hukum yang berlaku, sehingga organisasi dapat meraih hasil yang berkelanjutan dan dijalankan dengan penuh keyakinan.
Lim meyakini bahwa kunci kesuksesan dalam mengadopsi teknologi AI adalah pengintegrasian yang baik antara aspek teknis dan etika. Dengan mendekati setiap peluang AI dengan kepedulian terhadap nilai-nilai etika dan tanggung jawab, organisasi dapat memastikan bahwa pemanfaatan teknologi ini memberikan dampak positif, baik secara bisnis maupun dalam masyarakat secara luas. Ini adalah landasan yang kuat untuk membangun masa depan yang cerah dan berkelanjutan yang didukung oleh inovasi teknologi yang bijaksana.
Lebih jauh, dalam sesi tersebut, Lim menekankan kepada sektor publik untuk menggunakan Generative AI secara bijak dengan mempertimbangkan dampak sosial, etika, dan keamanan. Lim menyatakan bahwa sementara Generative AI memiliki potensi besar untuk meningkatkan efisiensi dan layanan publik, penting untuk menjalankannya dengan kesadaran akan tanggung jawab yang melekat dalam penerapannya. Selain itu, dia menyoroti perlunya mengikuti pedoman dan regulasi yang berlaku dalam penggunaan teknologi ini untuk memastikan bahwa manfaatnya dapat dirasakan oleh masyarakat secara luas tanpa mengorbankan nilai-nilai fundamental seperti privasi personal.
In Conversation with

Menurut Andy Ta, Direktur Data aNalytics & AI / Chief Data Officer di Synapxe dan Direktur Health Insights di Kementerian Kesehatan, memprioritaskan pendekatan yang berpusat pada manusia dan menjunjung etika dalam adopsi Generative AI dalam sektor publik muncul sebagai titik yang sangat penting. Untuk mewujudkan visi ini, ada beberapa tindakan penting yang harus diambil oleh organisasi sektor publik.
“Pertama-tama, kerangka kerja etika dan pedoman perlu dibentuk,” kata Andy. “Kesejahteraan, privasi, dan kepentingan manusia harus dijadikan prioritas utama dalam kerangka kerja ini.”
Kriteria ini harus kuat dalam prinsip-prinsip seperti keadilan, transparansi, akuntabilitas, dan non-diskriminasi. Mematuhi pedoman ini memungkinkan organisasi untuk memastikan bahwa sistem AI memprioritaskan kesejahteraan individu dan menghindari kerusakan.
Dalam hal ini, perlindungan data juga memiliki kepentingan besar. Melindungi informasi pribadi masyarakat memerlukan penekanan yang lebih besar pada langkah-langkah privasi data yang ketat dalam sektor publik. Mematuhi regulasi keamanan data menjadi sangat penting. Data harus selalu melalui enkripsi dan anonimisasi. Hal ini memastikan bahwa masyarakat memiliki kepercayaan dalam penanganan data mereka yang bertanggung jawab dan aman oleh layanan yang berbasis AI.
Menurut Andy, mendorong transparansi dalam proses pengambilan keputusan AI menjadi kebutuhan signifikan. Penting bagi masyarakat untuk memiliki kemampuan untuk memahami bagaimana dan mengapa keputusan tertentu dibuat oleh sistem AI. Transparansi ini tidak hanya menumbuhkan kepercayaan tetapi juga memungkinkan masyarakat untuk memahami lebih dalam layanan berbasis AI guna memastikan perasaan mereka terus memiliki kendali dan keterlibatan yang terinformasikan.
Sistem AI harus selalu berada di bawah pengawasan manusia. Meskipun AI dapat meramalkan hasil dan menyederhanakan proses, perspektif dan penilaian manusia tetap penting untuk mengukur dan mengakomodasi nuansa. Manusia perlu memiliki mekanisme untuk campur tangan ketika sistem AI menghadapi situasi yang rumit atau berdampak pada pertimbangan etis, sehingga perlu dipastikan bahwa manusia tetap memiliki otoritas utama dalam keputusan yang signifikan.

Ramadhyani R, Global Head of AI Services for Digital Business di HCLTech, menyoroti signifikansi pelibatan pengguna ke dalam proses pengembangan dan implementasi sistem AI. Beliau menggarisbawahi nilai partisipasi publik dan umpan balik untuk memastikan bahwa aplikasi AI dapat dengan efektif mengatasi kebutuhan dan permasalahan yang nyata. Dengan menerapkan pendekatan kolaboratif dan melibatkan masyarakat, terdapat potensi besar dalam mengembangkan solusi yang sangat berfokus pada manusia dan sesuai dengan nilai-nilai serta preferensi publik.
Ramadhyani juga menegaskan urgensi mekanisme akuntabilitas dan menyoroti perlunya menentukan garis tanggung jawab yang jelas untuk sistem AI. “Menetapkan siapa yang bertanggung jawab atas perilaku dan tindakan sistem, serta menerapkan protokol untuk mengoreksi kesalahan atau hasil yang tidak diinginkan merupakan langkah-langkah dasar yang tidak dapat diabaikan,” jelasnya.
Selain itu, ia menekankan pentingnya penyebaran pengetahuan dan pemahaman tentang AI di kalangan masyarakat umum dan para profesional sektor publik. Dengan meningkatkan kesadaran tentang potensi dan keterbatasan AI, individu diberdayakan untuk mendukung penggunaan yang bertanggung jawab dan memfasilitasi penerimaan yang lebih luas.
Selain itu, melakukan audit reguler dan analisis komprehensif terhadap sistem AI juga sama pentingnya. Evaluasi-evaluasi ini memfasilitasi adaptasi yang diperlukan untuk memastikan bahwa sistem AI selalu sejalan dengan standar etika dan memenuhi kebutuhan masyarakat. Selain itu, evaluasi-evaluasi ini mengungkapkan konsekuensi tak terduga yang mungkin timbul dari implementasi AI, meningkatkan akuntabilitas dan keandalan keseluruhan sistem ini.
Dalam rangka memastikan bahwa implementasi AI sejalan dengan norma etika dan nilai-nilai masyarakat yang lebih luas, Ramadhyani menekankan pentingnya kerja sama antara sektor publik, akademisi, organisasi masyarakat sipil, dan ahli etika AI. Dengan memajukan upaya kolaboratif ini, terbuka peluang untuk menciptakan solusi AI yang lebih komprehensif dan beretika yang dapat melayani kepentingan masyarakat luas secara lebih baik. Dengan melibatkan berbagai pihak, termasuk para ahli dalam bidang etika AI, proses pengembangan dan penerapan AI dapat menjadi lebih terinformasi, bertanggung jawab, dan sesuai dengan standar etika yang tinggi.
Dalam upaya penggunaan AI yang bertanggung jawab dan etis dalam layanan publik, Andy menganjurkan perlunya pendekatan rumit yang mengharmonisasikan inovasi dan regulasi. Menurutnya, mencapai keseimbangan ini memerlukan strategi yang beragam.
Dalam upaya mencapai keselarasan antara inovasi teknologi dan pertimbangan etika, pemerintah harus pertama-tama menetapkan standar etika yang jelas dan prinsip-prinsip yang memprioritaskan atribut seperti keadilan, akuntabilitas, dan transparansi ketika mengintegrasikan AI. Hal ini bertujuan untuk membentuk keseimbangan yang sehat antara kemajuan teknologi dan pertimbangan etika yang mendalam.
Selain itu, Ramadhyani mengusulkan bahwa pemeriksaan menyeluruh terhadap sistem AI perlu dilakukan secara rutin untuk memastikan keamanan dan pemahaman yang baik tentang cara kerjanya. Penerapan regulasi perlindungan data yang ketat, standar transparansi, dan mandat adalah langkah-langkah mendasar dalam mencapai tujuan ini. Dengan demikian, peraturan dan pengawasan akan menjadi bagian integral dari proses implementasi AI yang bertanggung jawab.
Untuk lebih menegakkan standar bagi aplikasi AI, Ramadhyani mengusulkan pembentukan program sertifikasi dan standar industri yang relevan. Badan regulasi harus memiliki wewenang untuk memantau kepatuhan terhadap standar ini dan memberlakukan sanksi jika diperlukan. Selain itu, penting untuk memastikan bahwa penduduk memiliki akses ke informasi yang jelas tentang penggunaan AI dalam layanan publik, serta memberikan mereka kesempatan untuk berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan melalui mekanisme keterlibatan publik yang efektif.
Dengan pendekatan ini, tujuannya adalah mencapai keseimbangan yang baik antara memanfaatkan potensi revolusioner AI dalam layanan publik dan menjaga hak privasi individu, serta kepentingan umum yang lebih besar. Dalam semua ini, penting untuk memastikan bahwa inovasi yang dilakukan sudah bertanggung jawab dan mematuhi standar etika yang tinggi, sehingga masyarakat dapat merasa percaya dan menerima manfaat yang sebesar-besarnya dari layanan yang ditingkatkan oleh AI.
Ramadhyani menekankan pentingnya menjaga lanskap regulasi yang fleksibel dan dapat disesuaikan, yang memerlukan penilaian dan penyesuaian yang konsisten sesuai dengan kemajuan teknologi AI. Dalam mencapai harmonisasi regulasi, koordinasi internasional yang luas menjadi sangat penting, terutama dalam kasus di mana sistem AI melintasi batas negara.
Untuk lebih mendorong inovasi yang bertanggung jawab, disarankan untuk mendorong penciptaan AI etis melalui insentif seperti hibah dan manfaat pajak. Strategi komprehensif ini pada akhirnya dapat membantu pemerintah dalam menggunakan potensi revolusioner AI dalam layanan publik sambil melestarikan kebebasan individu, privasi, dan kesejahteraan publik yang lebih besar.
Diperlukan pendekatan yang hati-hati dan seimbang di sektor publik Singapura untuk melindungi data masyarakat yang sensitif dengan baik sambil memanfaatkan kemungkinan Generative AI. Untuk menjaga hak privasi masyarakat, peraturan dan regulasi perlindungan data yang ketat harus diperkuat, dengan penekanan pada minimisasi data dan pembatasan tujuan.
“Untuk memastikan bahwa hanya personel yang berwenang yang memiliki akses ke data sensitif, sistem pengendalian akses perlu diperkuat dengan akses berbasis peran dan otentikasi dua faktor,” saran Andy. Dia menekankan perlunya memprioritaskan enkripsi dan praktik penyimpanan yang aman untuk melindungi data selama transit dan saat beristirahat.
Ramadhyani mengakui pentingnya teknik anonimisasi dan implementasi perlindungan privasi diferensial dalam pengembangan dan penggunaan model Generative AI untuk mencegah penguraian data sensitif. Dia mendorong peningkatan pengawasan dan akuntabilitas melalui promosi transparansi dan kejelasan dalam proses pengambilan keputusan sistem AI.
Selain itu, ketaatan terhadap standar berbagi data internasional, audit keamanan berkala, dan sanksi untuk pelanggaran adalah langkah penting dalam memperkuat upaya perlindungan data.
Dia percaya bahwa memperkuat kesadaran publik melalui kampanye kesadaran, yang dipadukan dengan keterlibatan kolaboratif dengan ahli etika AI, privasi, dan keamanan siber, dapat membudayakan kepercayaan dan memastikan ketaatan terhadap protokol penanganan data yang etis.
Sektor publik Singapura dapat secara efektif memanfaatkan kemampuan transformatif Generative AI dalam mendorong inovasi layanan publik, semuanya sambil secara proaktif mengatasi potensi penyalahgunaan dan melindungi hak kekayaan intelektual.
Menurut Andy, pendekatan komprehensif ini akan melibatkan pembentukan kerangka etika dan hukum yang tegas, menempatkan penekanan utama pada privasi dan keamanan data, memastikan transparansi dan kejelasan dalam sistem AI, dan mengelola hak kekayaan intelektual dengan tekun.
Ramadhyani percaya bahwa Singapura dapat membudayakan ekosistem AI yang bertanggung jawab dengan merawat kerja sama antara pemerintah dan swasta, alokasi sumber daya untuk pendidikan dan pelatihan, dan melibatkan masyarakat dalam proses tersebut. Pemantauan terus-menerus, audit, dan pengujian aplikasi AI akan lebih meningkatkan adopsi AI yang bertanggung jawab.
Praktik-praktik ini tidak hanya memperkuat adopsi AI yang bertanggung jawab, tetapi juga mengharmonisasikan inovasi dengan pertimbangan etika, menghasilkan layanan yang meningkatkan kesejahteraan masyarakat sambil menjaga privasi dan hak kekayaan intelektual.
Pembicaraan komprehensif menghasilkan wawasan berharga tentang adopsi bertanggung jawab Generative AI dalam sektor publik, dengan mengutamakan kesejahteraan manusia dan privasi. Bersama dengan perlunya merumuskan legislasi yang menciptakan kerangka kerja etika untuk sistem AI lintas batas, penekanan harus diberikan pada pembentukan kerangka etika berdasarkan prinsip-prinsip keadilan dan transparansi.
Aspek-aspek penting mencakup perlindungan data, pengambilan keputusan AI yang transparan, pengawasan manusia, keterlibatan publik, dan audit reguler. Kolaborasi dengan dunia akademik dan organisasi masyarakat sipil, pendekatan inovasi-regulasi yang seimbang, langkah-langkah privasi data yang kuat, dan partisipasi aktif masyarakat juga sama pentingnya.
Secara keseluruhan, pandangan tersebut menegaskan pentingnya membangun kepercayaan, akuntabilitas, transparansi, dan ekosistem AI etis yang kuat dalam layanan publik.
Salam Penutup
“Apa yang dihadirkan oleh AI saat ini adalah jenis kekuatan yang berbeda,” jelas Aloysius Lim, Client Partner di HCLTech dalam sesi penutupan OpenGov Breakfast Insight kali ini.
AI ini mampu mencapai bentuk kecerdasan yang sangat tinggi, serupa dengan kemampuan manusia dalam berpikir, memahami, dan mengambil keputusan. Bahkan, potensi dari AI ini bisa jauh melampaui apa yang dapat dicapai oleh manusia dalam beberapa kasus tertentu. Yang lebih menarik lagi, pemanfaatan AI ini dapat dilakukan dengan biaya yang jauh lebih rendah daripada upaya manusia untuk mencapai tingkat kecerdasan yang sama.
Sejak tahun 2015, pemerintah Singapura sendiri telah mengadopsi teknologi pembelajaran mesin untuk mengolah umpan balik warganya mengenai perbaikan yang diperlukan dalam lingkungan mereka. Contohnya, ketika seorang warga melaporkan ayunan yang rusak di taman bermain atau lampu jalan yang tidak berfungsi, teknologi ini telah memungkinkan pemerintah untuk merespons dengan lebih cepat dan efisien
Penggunaan teknologi pembelajaran mesin ini telah membawa manfaat yang signifikan bagi masyarakat Singapura. Masyarakat merasakan perbaikan yang lebih cepat dan efisien dalam infrastruktur lingkungan mereka, dan hal ini juga membantu pemerintah dalam menjalankan tugas mereka dengan lebih efektif. Penggunaan teknologi ini juga memastikan bahwa respon yang diberikan oleh pemerintah sesuai dengan kebutuhan yang tepat pada waktunya, sehingga meningkatkan kepuasan masyarakat terhadap layanan publik yang disediakan oleh pemerintah.
“Dengan kata lain, pemanfaatan teknologi pembelajaran mesin telah menjadi salah satu alat yang efektif untuk memperbaiki kualitas hidup dan lingkungan di Singapura,” ungkap Lim
HCLTech hadir untuk membantu sektor publik dalam memberikan layanan kepada masyarakat menggunakan Generative AI yang tepat. HCLTech Kami memahami potensi besar yang dimiliki Generative AI untuk meningkatkan efisiensi, kecepatan, dan kualitas layanan publik. Dengan pengalaman yang telah HCLTech akumulasikan selama bertahun-tahun dalam pengembangan dan penerapan teknologi AI, HCLTech kami siap menjadi mitra sektor publik dalam menghadapi tantangan-tantangan masa depan.
HCLTech berkomitmen untuk bekerja sama dengan sektor publik dalam merancang solusi AI yang sesuai dengan kebutuhan spesifik, mulai dari pemrosesan umpan balik warga hingga deteksi anomali dalam pengiriman barang dan bahkan mendeteksi penipuan.
“Kami percaya bahwa Generative AI adalah alat yang dapat mengubah lanskap layanan publik, dan kami akan terus berinovasi dan beradaptasi untuk memastikan bahwa teknologi ini memberikan manfaat maksimal bagi masyarakat dan membantu sektor publik mencapai tujuan mereka dengan lebih baik,” tutup Lim.
- Like
- Digg
- Del
- Tumblr
- VKontakte
- Buffer
- Love This
- Odnoklassniki
- Meneame
- Blogger
- Amazon
- Yahoo Mail
- Gmail
- AOL
- Newsvine
- HackerNews
- Evernote
- MySpace
- Mail.ru
- Viadeo
- Line
- Comments
- Yummly
- SMS
- Viber
- Telegram
- Subscribe
- Skype
- Facebook Messenger
- Kakao
- LiveJournal
- Yammer
- Edgar
- Fintel
- Mix
- Instapaper
- Copy Link
The Infocomm Media Development Authority (IMDA) is spearheading an initiative to propel the nation’s capabilities in healthcare, Industry 4.0-driven manufacturing, and supply chain and logistics through the transformative power of 5G. This groundbreaking endeavour, known as the S$30 million 5G Innovation Programme, is not just a step forward but a giant leap into a future where innovation reshapes industries.
Launched in 2021, the 5G Innovation Programme is a testament to Singapore’s commitment to embracing emerging technologies. IMDA has forged strategic partnerships with key enterprises, including the National University Health System (NUHS).
In the healthcare industry, Singapore’s forward-thinking tech innovators, in collaboration with NUHS, have harnessed 5G to revolutionise patient care. The introduction of Mixed Reality-based Holomedicine in operating theatres stands out as a groundbreaking achievement.
This innovative approach not only enhances patient care but also redefines the entire healthcare experience. Announced in 2022, the initiative marks the Asia Pacific’s inaugural deployment of indoor private Enterprise 5G mobile edge computing (MEC) for Mixed Reality and Holomedicine capabilities in health tech.
A significant stride in healthcare also involves a collaboration with Republic Power to deploy 5G-enabled unmanned medical booths. These “Medbots” represent Asia’s first 5G-enabled unmanned pre-screening and teleconsultation medical booths. Equipped with state-of-the-art hygiene and safety systems, these booths support remote health screening and video consultations, offering an enhanced user experience that aligns with the demands of a digital era.
The impact of 5G extends beyond healthcare, permeating the realms of Industry 4.0-driven manufacturing, supply chain, and logistics. Collaborations with ST Engineering and DB Schenker have given rise to groundbreaking applications.
For instance, Singapore’s first 5G-enabled Digital Twin has been implemented for a logistics and supply chain company transforming warehouse and manufacturing operations, quality control, and customer experience. Simultaneously, ST Engineering’s 5G-Enabled Industry 4.0 Smart Factory boasts one of Singapore’s first 5G-enabled collaborative robots, revolutionising manufacturing processes.
Dr Ong Chen Hui, Assistant Chief Executive of the Biztech Group at IMDA, emphasised the agency’s commitment to architecting Singapore’s digital future. The goal is to build capabilities in various sectors powered by emerging technologies like 5G. IMDA’s collaboration with forward-looking companies signifies a concerted effort to unlock the full spectrum of benefits that 5G offers across a wide range of sectors.
As Singapore propels itself into the future, the 5G Innovation Programme stands as a testament to the nation’s dedication to progress. The partnerships with key enterprises underscore a collective effort to reshape, redefine, and transform industries across the country.
Singapore is not merely embracing change; it is pioneering a future where technology catalyses innovation and progress. The journey has just begun, and Singapore is at the forefront, shaping the narrative of a technologically advanced and future-ready nation.
The comprehensive initiative serves as a catalyst, propelling Singapore into a new era of digital prowess. It is not merely an adoption of advanced technologies; rather, it is a strategic alignment with the needs of the future, recognising the pivotal role technology plays in shaping economic landscapes on a global scale.
The 5G Innovation Programme signifies Singapore’s commitment to sustainable economic growth. By embracing technology as a driver of progress, Singapore is not just securing its current standing; it is laying the foundation for a resilient and forward-thinking economy. The emphasis on sustainability in this digital transformation ensures that growth is not just rapid but also enduring, with an eye towards environmental and social responsibility.
- Like
- Digg
- Del
- Tumblr
- VKontakte
- Buffer
- Love This
- Odnoklassniki
- Meneame
- Blogger
- Amazon
- Yahoo Mail
- Gmail
- AOL
- Newsvine
- HackerNews
- Evernote
- MySpace
- Mail.ru
- Viadeo
- Line
- Comments
- Yummly
- SMS
- Viber
- Telegram
- Subscribe
- Skype
- Facebook Messenger
- Kakao
- LiveJournal
- Yammer
- Edgar
- Fintel
- Mix
- Instapaper
- Copy Link
The implementation of a National Digital Identity (Digital ID) system in Malaysia is poised to revolutionise the verification and distribution of aid during crises or natural disasters, ensuring swift and precise assistance to those in need.
According to the Chairman of the Malaysian Cyber Consumer Association (MCCA), Digital ID has the potential to streamline processes, reducing bureaucratic hurdles and optimising the impact of government subsidies by facilitating the efficient distribution of assistance to targeted groups with greater accuracy and effectiveness.
Digital ID, in this context, serves as a digital means of self-identification and authentication for individuals, designed for use in both public and private sectors to verify user identities during online transactions. The nation’s Prime Minister has conveyed that while the government will not mandate registration for Digital ID presently, civil servants are encouraged to do so, especially as the Rahmah Cash Aid (STR) and other targeted subsidies will be channelled through this system. MIMOS Berhad, Malaysia’s national Applied Research and Development Centre, has been appointed as the implementing agency for Digital ID, with an initial allocation of RM80 million.
The Former Principal Assistant Director at Bukit Aman emphasised the significance of Digital ID in enhancing cybersecurity. The technology relies on digital certificates to bolster security in online transactions, verifying identities by linking cryptographic keys with their owners through cryptography.
Despite its potential benefits, the Former Principal Ass

istant Director pointed out a critical concern: the possibility of Digital ID being exploited as a ‘mule ID’ by third parties for fraudulent or illegal activities. He stressed the need for the government to establish robust security measures to prevent misuse, safeguard the system’s integrity, and maintain public trust in the initiative.
Addressing potential concerns about the misuse of Digital ID, the Former Principal Assistant Director called for a thorough examination of security measures. The government’s commitment to preventing fraudulent activities and illegal exploitation is crucial for the success of Digital ID. The Former Principal Assistant Director’s experience in cybercrime and multimedia investigations underscored the importance of maintaining the integrity of the system.
Furthermore, the Former Principal Assistant Director highlighted the need for comprehensive digital education to ensure that all segments of society benefit fully from Digital ID. A focus on digital education can prevent digital divides and contribute to the long-term success of Malaysia’s digitalisation initiatives. By promoting digital literacy, the government can empower citizens to use Digital ID responsibly and stay informed about potential risks.
In conclusion, the implementation of Digital ID in Malaysia represents a significant step toward modernising and securing online transactions. While the technology holds great potential for enhancing the distribution of aid during crises, it is imperative for the government to address security concerns and invest in digital education to ensure the successful adoption of Digital ID across all segments of society.
The advent of Digital ID in Malaysia represents a pivotal moment in the nation’s journey toward a more efficient and secure identity verification system. The Malaysian Cyber Consumer Association’s unwavering support underscores the potential benefits of this technological advancement for the wellbeing of Malaysians. However, as the implementation progresses, the emphasis on system integrity, cybersecurity, and public trust becomes paramount.
The call for robust security measures and consistency resonates as a crucial safeguard against potential misuse, ensuring that Digital ID serves as a reliable tool for streamlined aid distribution and government subsidies. As the nation navigates this transformative phase, it is imperative to strike a balance between technological innovation and the preservation of public confidence to fully realise the positive impact of Digital ID on the Malaysian society.
- Like
- Digg
- Del
- Tumblr
- VKontakte
- Buffer
- Love This
- Odnoklassniki
- Meneame
- Blogger
- Amazon
- Yahoo Mail
- Gmail
- AOL
- Newsvine
- HackerNews
- Evernote
- MySpace
- Mail.ru
- Viadeo
- Line
- Comments
- Yummly
- SMS
- Viber
- Telegram
- Subscribe
- Skype
- Facebook Messenger
- Kakao
- LiveJournal
- Yammer
- Edgar
- Fintel
- Mix
- Instapaper
- Copy Link
The National Education Policy (NEP) of 2020 has ushered in a new era for education in India, advocating for a robust investment in digital infrastructure and technological tools. At its core, the policy emphasises the integration of technology into the educational landscape, embracing online teaching platforms, virtual labs, digital repositories, and assessments.
NEP’s visionary approach highlights the pivotal role of multilingualism and language in transforming teaching and learning methodologies. Para 4.23 of the NEP stresses the acquisition of essential skills, including digital literacy, coding, and computational thinking. These competencies are being actively promoted through a myriad of digital initiatives.
The PM e-VIDYA, launched under the Atma Nirbhar Bharat Abhiyaan in May 2020, aims to consolidate efforts in digital, online, and broadcast education, ensuring widespread access to education through multiple modes. Notably, PM eVidya is accessible to students across all states, free of cost, democratising educational resources.
The cornerstone components of PM eVidya encompass DIKSHA, serving as the nation’s digital repository for high-quality e-content tailored for school education across States/UTs. The integration of QR-coded Energised Textbooks, providing a unified platform for all grades, resonates with the ethos of ‘one nation, one digital platform’.
Expanding the horizons of education further, the initiative has scaled up from 12 to 200 PM e-VIDYA DTH TV Channels, enabling states to offer supplementary education in various Indian languages for classes 1-12. Leveraging radio and podcast platforms like Shiksha Vani, PM eVidya embraces a holistic approach to inclusive education, crafting specialised e-content for the visually and hearing impaired.
Driving the agenda of critical thinking and creativity, PM eVidya ambitiously aims to establish 750 virtual labs and 75 Skilling e-labs by 2023. These labs, designed for Science, Mathematics, and simulated learning environments, seek to foster hands-on learning experiences. The creation of a dedicated vertical on Virtual Labs within the DIKSHA platform and comprehensive training via PM eVidya DTH TV channels for educators underscore the commitment to capacity-building.
Moreover, the ICT and Digital initiatives within the centrally sponsored scheme of Samagra Shiksha extend support to Government and Aided schools, focusing on classes VI to XII. Financial aid facilitates the establishment of ICT Labs and Smart Classrooms, enhancing the technological infrastructure within educational institutions.
India is committed to deploying locally designed and made digital tools, platforms and solutions to better serve citizens, more comprehensively and inclusively.
OpenGov Asia reported on India Stack, a set of domestically created digital solutions implemented nationwide. It includes APIs and digital public assets that enable the widespread use of digital identity, data, and payments as fundamental economic elements. Key components include Unified Payments Interface (India’s instant payments system), Aadhaar (the government’s digital identity card), and DigiLocker (a secure document access platform on a public cloud).
India Stack enhances access to and the delivery of public services, with the overarching goals of achieving widespread connectivity, promoting digital inclusion, and ensuring seamless access to public services. Built on open technologies, these solutions are interoperable and crafted to encourage active participation from industry and community stakeholders, thereby fostering innovation.
Addressing the needs of students preparing for competitive exams nationwide, the development of the SATHEE portal in collaboration with IIT Kanpur stands as a testament to India’s dedication to empowering its youth.
The ongoing beta version is actively soliciting feedback from students across the country, aligning with a culture of continual improvement. It provides a comprehensive suite of resources tailored for NEET (National Eligibility cum Entrance Test) and JEE (Joint Entrance Examination) aspirants.
These initiatives mark a significant stride towards a tech-driven educational ecosystem in India. As the nation embraces this digital revolution in education, it sets a precedent for inclusive and innovative learning paradigms.
- Like
- Digg
- Del
- Tumblr
- VKontakte
- Buffer
- Love This
- Odnoklassniki
- Meneame
- Blogger
- Amazon
- Yahoo Mail
- Gmail
- AOL
- Newsvine
- HackerNews
- Evernote
- MySpace
- Mail.ru
- Viadeo
- Line
- Comments
- Yummly
- SMS
- Viber
- Telegram
- Subscribe
- Skype
- Facebook Messenger
- Kakao
- LiveJournal
- Yammer
- Edgar
- Fintel
- Mix
- Instapaper
- Copy Link
Based on a study conducted in 2018, the Head of the Satellite Division of the Accessibility to Communication and Information Agency (BAKTI) of the Ministry of Communication and Information, Sri Sanggrama Aradea, stated that based, there is a need for internet access to 1Mbps for 150,000 public service points in the fields of education, healthcare, and government in remote, frontier, and outermost (3T) areas.
The Ministry of Communication and Information continues to uphold its commitment to implementing the agenda of equalising the progress of digital transformation across the entire archipelago of Indonesia. This commitment is realised by continuing the contract for Base Transceiver Station (BTS) 4G services, especially for Remote, Frontier, and Outermost (3T) regions.

This action signifies the seriousness of the Ministry in ensuring that the benefits of digital transformation progress are not only felt in major cities but also extend to remote and outermost areas of Indonesia. Continuing the BTS 4G contract for 3T focuses on equalising access and strengthening communication networks, ensuring that communities in previously connectivity-limited areas can enjoy the benefits of the digital revolution.
Minister of Communication and Information Budi Arie Setiadi emphasised, “Strengthening communication networks is the main focus, ensuring that communities in areas that may have been previously limited in connectivity can benefit from the digital revolution.”
Minister Budi Arie Setiadi stated that this aligns with President Joko Widodo’s directive during the handover of the Ministry’s Budget Execution Plan for the Fiscal Year 2024, emphasising that the utilisation of government budget allocations must be focused on results. Minister Budi Arie explained that the signed Operation & Maintenance Contract is intended to continue the operation of the already-built BTS 4G, which has become an asset of the Telecommunication and Information Accessibility Agency (BAKTI).
Arwoto Atmosutarno, Chairman of the Task Force of the BAKTI at the Ministry of Communication and Information, admits that completing the BTS 4G Project is challenging. The diverse topography of Indonesia and its often remote geographical locations create complexities that increase the difficulty in executing this project.
In overcoming these challenges, Atmosutarno highlighted the importance of collaborative and synergistic coordination among Task Force members, involving entities such as the Attorney General’s Office, Ministry of Finance, Supreme Audit Agency (BPKP), Procurement Policy Agency (LKPP), Ministry of Communication and Information, and various related industry stakeholders. This joint effort aims to overcome various obstacles and challenges from complicated geographical conditions.
This indicates that project completion requires technical expertise and active involvement from various sectors contributing to addressing Indonesia’s unique and complex landscapes. Although the task is not easy, the determination and good cooperation among Task Force members ensure the efficiency of the project, even in challenging geographical conditions.
Indonesia is indeed known as an archipelagic country with quite extreme topography. This poses significant challenges for communication networks, especially telecommunication infrastructure projects such as BTS 4G. With widely scattered islands, high mountains, and remote areas that are difficult to access, establishing a network that can cover the entire Indonesian territory requires meticulous planning and execution.
Based on data from the Central Statistics Agency (BPS), the number of internet users in Indonesia reached 292.3 million in 2022, equivalent to 77.02% of the total population. This figure increased by 2.6% from the previous year.
The increase in Internet access is driven by various factors, including economic growth, increased smartphone penetration, and government programmes to equalise Internet access.
Regarding telecommunication infrastructure development, the government aims to achieve 100% 4G network coverage by 2024. This target seems achievable, as in 2023, 4G network coverage in Indonesia has reached 98%.
The progress of telecommunication network development in Indonesia has brought various benefits to the community, including: Improving accessibility to information and communication, Facilitating economic transactions, Enhancing the quality of education and healthcare and Increasing the nation’s competitiveness.
- Like
- Digg
- Del
- Tumblr
- VKontakte
- Buffer
- Love This
- Odnoklassniki
- Meneame
- Blogger
- Amazon
- Yahoo Mail
- Gmail
- AOL
- Newsvine
- HackerNews
- Evernote
- MySpace
- Mail.ru
- Viadeo
- Line
- Comments
- Yummly
- SMS
- Viber
- Telegram
- Subscribe
- Skype
- Facebook Messenger
- Kakao
- LiveJournal
- Yammer
- Edgar
- Fintel
- Mix
- Instapaper
- Copy Link
Chengdu has placed its sights on catalysing digital transformation to connect with the dynamic landscape of scientific and technological innovation. With this, the Municipal Development and Reform Commission recently organised a major scheduling meeting for the Digital Transformation Promotion Centre, bringing together key participants in the province’s digital progress.
The recently held meeting convened influential figures from 19 provincial-level digital transformation promotion centres, district and county development and reform departments, and pivotal enterprises within the city. The goal was to enhance the city’s digital transformation promotion service capabilities and fast-track the realisation of a modern industrial system.

The proceedings unfolded with a comprehensive report from the High Technology Department of the Municipal Development and Reform Commission, shedding light on the progress of the city’s digital transformation promotion centre and unveiling the initial evaluation results.
The exchange of ideas extended beyond city borders, with experts from the Sichuan Provincial Digital Economy Development Centre offering insights, interpretation, and guidance on policies supporting the digital transformation initiative.
Highlighting the diverse facets of digital transformation, representatives from various sectors shared their experiences. These exchanges delved into the construction nuances of supporting, regional, and industry-specific digital transformation promotion centres, emphasising a multifaceted approach to catalysing change.
Concrete examples from food technology elucidated the transformative power of digitalisation in their respective industries, showcasing the tangible benefits accrued through embracing cutting-edge technologies. From enhanced processing efficiency in aviation equipment manufacturing to streamlined collaboration in biopharmaceutical production, the ripple effects of digital transformation were tangible.
Chengdu’s strategic position as a hub node in the computing power network has been pivotal in propelling the city’s digital drives. The initiative to construct a ‘smart Chengdu’ serves as the cornerstone for iterative upgrades and the demonstration of emerging technologies, products, business formats, and models. This concerted effort aims to foster innovative development within the digital economy.
The city’s proactive stance has yielded approval for 19 provincial-level digital transformation promotion centres. This includes 10 support centres, 2 regional centres, and 7 industry centres, collectively constituting over 50% of the total number in the province. The coverage extends across strategic areas like Tianfu New District and key industrial chains such as electronic information, equipment manufacturing, and medicine and health.
Success stories were brought to the forefront during the meeting, showcasing the tangible impact of digital transformation. For instance, the Chengdu Aircraft Digital Transformation Promotion Centre has significantly boosted the processing efficiency of the aviation equipment industry chain. Similarly, the Kelun Pharmaceutical Digital Transformation Promotion Centre has facilitated intelligent collaboration in biopharmaceutical production, reducing costs and optimising inventory turnover.
The initiatives underscored the imperative to align with national, provincial, and municipal mandates for deepening the integration of the digital economy with the real economy. A call to action resonated, urging a focus on the high-level construction of Sichuan Provincial Digital Transformation Promotion Centres.
Likewise, the emphasis on harnessing the transformative potential of computing power, algorithms, and data highlights Chengdu’s unwavering commitment to catalysing industry-wide development. The city recognises the pivotal role that advanced computing capabilities, sophisticated algorithms, and insightful data analytics play in propelling industries forward.
By leveraging robust computing power, industries in Chengdu can not only streamline their operations but also enhance their overall efficiency. This translates into faster processing times, heightened accuracy, and the ability to handle complex tasks with unprecedented precision.
The infusion of advanced algorithms further augments this initiative by introducing intelligent decision-making processes that adapt and evolve, ensuring that industries remain agile in dynamic market landscapes.
- Like
- Digg
- Del
- Tumblr
- VKontakte
- Buffer
- Love This
- Odnoklassniki
- Meneame
- Blogger
- Amazon
- Yahoo Mail
- Gmail
- AOL
- Newsvine
- HackerNews
- Evernote
- MySpace
- Mail.ru
- Viadeo
- Line
- Comments
- Yummly
- SMS
- Viber
- Telegram
- Subscribe
- Skype
- Facebook Messenger
- Kakao
- LiveJournal
- Yammer
- Edgar
- Fintel
- Mix
- Instapaper
- Copy Link
Hong Kong, a dynamic global financial centre and a historical node for the Chinese diaspora, stands as a vibrant hub for tech and trade. Hong Kong’s start-up ecosystem is thriving. In 2022, the number of start-ups in Hong Kong grew by 6% to 3,985, employing nearly 15,000 people.
Hong Kong’s innovation and technology sector together with that of Shenzhen and Guangzhou – the Shenzhen-Hong Kong-Guangzhou science and technology cluster – ranks as the world’s second performing according to the Global Innovation Index 2023.
Biotechnology, artificial intelligence, smart city and financial technologies were identified as the four key areas for Hong Kong’s innovation and technology industry. The city’s expenditure in absolute amount on research and development has almost doubled compared to a decade ago.
With opportunities brought by the Guangdong‑Hong Kong‑Macao Greater Bay Area development, Hong Kong is set to further capitalise on its advantages in R&D capabilities, technological infrastructure, legal system and intellectual property.
The region intends to spearhead the I&T industry and act as a business platform for companies looking to access the Asia market (and China in particular), or for innovative mainland companies seeking to go international.

There is a sharp focus on pivotal tech-driven sectors – healthcare, youth development, and the Greater Bay Area (GBA) – that have the potential to shape Hong Kong’s business trajectory. From cutting-edge healthcare advancements to fostering youth entrepreneurship and capitalising on the economic powerhouse that is the GBA, the pathways for innovation and collaboration will be determined.
Its pivotal role in the global business landscape is further accentuated by the Federation of Hong Kong Business Associations Worldwide (FHKBAW), a sprawling network uniting 47 associations across 36 countries and regions. With a membership boasting nearly 11,000 executives and professionals worldwide, this federation serves as a linchpin for a diverse global business community.
An annual Hong Kong Forum, jointly organised by the Hong Kong Trade Development Council and the Federation, emerges as a pivotal event drawing in business leaders and tech innovators. Scheduled for 5th and 6th December, the 24th iteration promises an inspiring convergence of minds, ideas, and opportunities.
Sessions will explore the intricacies of navigating Hong Kong’s ever-evolving business landscape. Experts will elaborate on Hong Kong’s prowess as a global business platform and delve into how cultural exchange through the West Kowloon Cultural District could further elevate Hong Kong’s global cultural imprint.
As tech, innovation, and global business intertwine, Hong Kong is a testament to its unwavering commitment to fostering collaboration, innovation, and growth across industries that define the future.
The startup ecosystem is rapidly expanding and diversifying, stretching beyond conventional hubs like San Francisco and London to embrace emerging powerhouses like Hong Kong. Simultaneously, within the ASEAN region, burgeoning economies are evolving into significant nodes of innovation and entrepreneurship in their own right.
Acknowledging the borderless nature of the digital entrepreneurial landscape, the Hong Kong Trade Development Council unveiled Start-up Express International last year. This global iteration of its longstanding local entrepreneurship development programme acknowledges and taps into the interconnectedness of the worldwide startup community.
Hong Kong has launched multiple initiatives in line with its goal to expand its digital economy and propel technological advancements. Cyberport is Hong Kong’s digital technology flagship and incubator for entrepreneurship with over 2,000 members including over 900 onsite and close to 1,100 offsite start-ups and technology companies.
With a vision to become Hong Kong’s digital technology hub and stimulate a fresh economic impetus, Cyberport is dedicated to cultivating a dynamic tech environment.
This commitment involves nurturing talent, encouraging youth entrepreneurship, aiding start-ups, fostering industry growth through strategic partnerships with local and international entities, and driving digital transformation across public and private sectors, bridging new and traditional economies.
- Like
- Digg
- Del
- Tumblr
- VKontakte
- Buffer
- Love This
- Odnoklassniki
- Meneame
- Blogger
- Amazon
- Yahoo Mail
- Gmail
- AOL
- Newsvine
- HackerNews
- Evernote
- MySpace
- Mail.ru
- Viadeo
- Line
- Comments
- Yummly
- SMS
- Viber
- Telegram
- Subscribe
- Skype
- Facebook Messenger
- Kakao
- LiveJournal
- Yammer
- Edgar
- Fintel
- Mix
- Instapaper
- Copy Link
The game industry in Vietnam has emerged as a promising domain, yet it grapples with hurdles demanding immediate attention to unlock its full potential. In an era where global gaming numbers surged to nearly 3.2 billion players, generating a massive US$182.9 billion in 2022, Vietnam aims to solidify its stance in this evolving landscape.
Vu Quoc Huy, Director of the Vietnam National Innovation Centre (NIC), identifies the game industry as a pivotal sector crucial for the nation’s scientific, technological, and innovative growth trajectory. With an annual revenue surpassing US$500 million and a strong foothold as Southeast Asia’s fifth-largest revenue generator, Vietnam’s gaming landscape thrives. Over 50% of the population engages in gaming for entertainment purposes, signalling a robust market demand.

Huy underscores the industry’s capacity to foster high-value jobs in programming and design, presenting an opportunity to propel Vietnam’s global position within value chains. The country currently ranks second in game downloads within Southeast Asia, witnessing a steady annual growth rate of approximately 10%. Globally, Vietnam clinches a position among the top 10 for download numbers and the top 30 for revenue generation.
The country boasts a talented pool of programmers capable of creating games meeting the stringent standards for Google and Apple stores. Apple estimates approximately 180,000 Vietnamese are actively engaged in mobile app development, with the game industry housing the majority.
The Ministry of Information and Communications (MIC) emphasises Vietnam’s rank as the seventh-largest global mobile game distributor, attributing Vietnamese developers to nearly half of the world’s renowned games. Yet, there’s a push to increase the industry’s revenue from US$600 million to a lofty US$1 billion within the next five years.
Vietnam’s game industry, with its remarkable growth trajectory and burgeoning talent pool, stands at the cusp of a transformative phase. Despite this burgeoning success, challenges persist. Addressing hurdles in infrastructure, market expansion, and skill development will be pivotal to realising its immense potential and securing a formidable position in the global gaming arena.
At the fore, Vietnam’s game industry grapples with entrenched social stigmas and a host of structural deficiencies that hinder its growth. The prevailing societal bias against gaming, perceiving it as addictive, detrimental, and resource-intensive, casts a shadow over the industry’s prospects.
Le Quang Tu Do, Director of the MIC’s Authority of Broadcasting and Electronic Information, highlights critical issues, including policy inadequacies, limited financial support, and a dearth of local game competitiveness in the global market. Moreover, the absence of a robust ecosystem and collaborative efforts among businesses stifles the industry’s progress, hindering the discovery of high-quality Vietnamese games by distributors.
A significant obstacle lies in the shortage of skilled human resources, with estimates suggesting a need for up to 30,000 qualified personnel in the game industry. To transform the industry into a robust and competitive landscape, Vu Quoc Huy, NIC Director, advises cultivating an internationally adept workforce and fostering a cohesive ecosystem where stakeholders collaborate and uplift each other.
Others advocate official recognition of the game industry as an economic sector and a pivotal driver of the digital economy. Acknowledging the need for an appropriate management strategy and development roadmap underscores the necessity of societal and governmental acknowledgement to attract foreign investment and solidify the industry’s position.
The MIC has outlined a developmental roadmap spanning 2022 to 2027, centring on addressing critical issues such as policy frameworks, market regulation, and manpower development. Initiatives encompass facilitating partnerships between domestic developers and international counterparts, alongside efforts to entice foreign investment entities into Vietnam’s burgeoning gaming sector.
As the MIC steers the developmental trajectory and industry stakeholders converge to address these challenges, Vietnam’s game industry holds the promise of a transformative evolution towards global competitiveness and economic significance.